18 Juni 2010

Love Stops When You Stop Giving Thanks

Saat pertama kali aku membawa mobilku ke Jakarta, aku menggantungkan seuntai rosario di kaca spion. Saat itu aku belum mahir menyetir mobil. Dengan modal nekat dan karena kepepet, aku mengemudikan mobilku di tengah-tengah jalanan Jakarta yang SUUPPEERRR ugal-ugalan. Jujur saja, aku takut sekali. Jalan pelan, diklakson dari belakang. Jalan cepat, nanti malah nabrak. Serba salah.

Teman-teman tahu apa yang aku lakukan? Akhirnya, setiap pagi aku selalu berdoa supaya dilindungi selama aku menyetir. Dan setiap kali aku sampai di tempat tujuanku, aku mencium rosario itu sebagai ungkapan syukur (baca: "YA TUHAN, AKHIRNYA SAMPAI DENGAN SELAMAAATTT!!!!"). Hahahaha. Mungkin memang agak lebay, tapi kalian tahu sendiri lah bagaimana lalu lintas Jakarta mengintimidasi pemula seperti aku waktu itu. Tapi kebiasaan ini tidak bertahan lama.

Semakin hari, aku semakin terbiasa menyetir mobil. Aku semakin terbiasa dengan motor-motor dan mikrolet yang ga bisa baca rambu lalu lintas. Aku mulai berani menyetir di atas gigi 2. Dan aku mulai lupa untuk bersyukur karena Tuhan telah mengantarkan aku dengan selamat sampai ke tempat tujuanku.

Dulu, hanya dengan sampai ke tempat tujuan dengan selamat saja sudah bisa membuat aku sangat bersyukur. Tapi sekarang, aku sudah tidak menganggap itu sebagai sesuatu yang spesial lagi. Aku mulai menganggap itu sebagai hal yang biasa. Aku tidak lagi bersyukur karena bisa sampai dengan selamat tanpa disenggol motor atau ditubruk mikrolet. Hal yang sama, tapi pada saat yang berbeda ternyata mendapat respon yang bertolak belakang.

Manusia itu ternyata adalah makhluk yang rakus. Kita akui atau tidak, kita selalu mengingini yang lebih. Ketika kita masih TK, kita ingin jadi anak SD. Ketika kita SD, kita ingin cepat-cepat masuk SMP. Ketika kita SMP, kita ingin menjadi murid SMU. Ketika kita SMU, kita ingin cepat-cepat masuk kuliah. Lagi, lagi, lagi dan lagi. Mengingini sesuatu yang lebih bukanlah hal yang salah. Tapi sayangnya, ketika kita sudah mendapat hal yang kita ingini itu, kita lupa akan keadaan kita saat kita belum memilikinya sehingga kita tidak lagi bersyukur karena telah memilikinya.

Dulu saat aku harus naik kendaraan umum, aku menginginkan sebuah mobil. Tapi sekarang setelah memiliki sebuah mobil, aku lupa akan betapa tidak enaknya naik angkot sehingga aku tidak merawat mobilku dengan cukup baik (ya, mobilku memang agak sedikit dekil... hahaha...). Aku tidak lagi mencintai mobilku seperti pertama kali papi ku memberikan mobil itu untukku. Karena aku pikir aku layak mendapatkan mobil itu. Karena mobil itu adalah milikku. Aku rawat atau tidak, mobil itu tetap mobilku. Jadi, mengapa harus melakukan sesuatu yang lebih?

Sama halnya dengan relasi kita dengan Tuhan. Tuhan selalu memberikan kita udara untuk bernafas, matahari setiap pagi, awan yang menaungi kita dari panas dan menurunkan hujan. Kita berdosa atau tidak, kita baik atau jahat, Tuhan akan tetap memberikan udara, matahari dan awan besok pagi. Jadi kenapa kita harus susah-susah bertobat?

Sama halnya dengan relasi kita dengan orang tua, kakak, adik, pacar, sahabat. Semuanya. Love stops when you stop giving thanks. Cinta berhenti ketika kamu berhenti bersyukur. Ketika kamu merasa layak untuk mendapatkan semuanya yang telah kamu miliki, kamu akan berhenti bersyukur. Cinta itu akan memudar karena kamu tidak dapat lagi merasakan cinta di balik rasa syukur itu.


Hari ini, mari ingat-ingat lagi semua orang terdekatmu yang mulai kamu lupakan. Orang tua, kakak, adik, pacar, sahabat, atau bahkan Tuhan. Semua orang yang selalu ada di sisimu tapi keberadaannya tidak pernah kamu sadari. Mari ucapkan terima kasih pada mereka. Dan rasakan cinta itu kembali mengalir.

Ketika kamu mulai merasa tidak puas dengan apa yang kamu miliki sekarang, lihatlah ke belakang, ke masa-masa di mana kamu belum memiliki hal itu. Apa yang kamu rasakan ketika itu, dan apa yang kamu rasakan ketika kamu pertama kali mendapatkannya. Ingat-ingat itu dalam hati, dan bersyukurlah.


GBU alwayz... ^_^

© hiLda 2010


Bookmark and Share
Baca selengkapnya...

02 Juni 2010

Topeng Kaca

Aku selalu ingin hidupku terlihat sempurna. Aku selalu tertawa bersama teman-temanku, aku tidak pernah kesepian, aku populer, banyak orang yang mengagumiku. Ya, hidupku memang terlihat sempurna, tapi sebenarnya tidak sesempurna apa yang ada di balik topeng kaca itu...
-Anonymous-

Hidup yang sempurna memang dambaan setiap orang. Setiap orang pasti punya impiannya masing-masing tentang hidup yang sempurna. Dan semua orang pun pasti ingin menjadi yang paling sempurna seperti apa yang ada dalam impiannya itu. Tapi sayangnya, kadang kesempurnaan yang ada dalam bayangan kita itu adalah kesempurnaan yang semu.

Aku kenal seseorang yang selalu ingin tampil cantik. Walaupun uang di rekeningnya pas-pasan, dia rela mengeluarkan uang banyak hanya untuk membeli produk perawatan kecantikan merk terkenal yang mahal. Aku bingung, apa yang sebenarnya dia cari? Menurutku dia sudah cukup cantik. Dan bila memang dia tidak memiliki cukup uang, mengapa dia harus memaksakan diri mengeluarkan banyak uang hanya untuk sebuah produk kecantikan? Bukankah masih banyak hal lain yang lebih penting?

Lalu akhirnya aku tahu jawabannya. Semua produk kecantikan yang mahal itu bukanlah untuk merawat kecantikan wajahnya, melainkan untuk merawat topeng kacanya. Topeng kaca yang selalu dia pakai setiap saat. Topeng itu menggambarkan wajah seorang yang tersenyum dan sempurna, tapi di balik itu semua terdapat wajah yang terluka dan lari dari kenyataan.

Pernahkah kamu merasa kamu tersenyum padahal kamu ingin menangis? Mungkin saat itu kamu tersenyum untuk menjaga gengsimu, atau mungkin untuk menjaga perasaan orang lain, atau mungkin malah karena diperintahkan oleh orang lain.

Seringkali dunia memaksa kita menjadi orang lain, seseorang yang tidak kita kenal. Dunia pergaulan dari jaman remaja pun sudah menggambarkan hal seperti ini (di sekolah mana pun pasti ada yang namanya geng populer dan geng non populer). Kehidupan sehari-hari kita pun menggambarkan hal-hal yang seperti ini (majalah dengan model-model langsing, TV dan infotainment tentang gaya hidup para artis, dll.). Dan semuanya ini tanpa kita sadari, menjadi prototype kita. Orang-orang seperti inilah yang menjadi model dan acuan dalam hidup kita. Orang-orang rusak semacam inilah yang menjadi impian kita. Kenapa? Karena dunia berkata: Yang kaya gini nih yang bener!! Ini namanya gaul, ini namanya keren, ini namanya UP TO DATE, yang lain BASI!!!!

Hei!! Buka matamu! Kalau perutmu tidak serata model di majalah, bukan artinya kamu ngga cantik! Kalau mobilmu bukan Mercy atau BMW, bukan berarti kamu kalah kelas. Kalau kamu ngga punya pacar yang ganteng kaya David Beckham, bukan berarti kamu ngga menarik. Kamu ngga butuh perut yang rata, kulit yang mulus, dan pinggul yang seksi untuk jadi cantik. Karena tahukah kamu, semuanya itu hanya topeng kaca yang dipakai oleh para model di majalah itu! Apa yang terekam di kamera, bukanlah siapa diri mereka yang sesungguhnya. Dan karena semuanya itu hanyalah topeng kaca, lalu mengapa kamu masih mau menjadi seperti mereka???

Buang topeng kacamu sekarang juga!! Kamu cantik karena dirimu yang sesungguhnya. Kamu ganteng karena dirimu apa adanya. Walaupun perut lebar atau badan bantet, bukan berarti kamu adalah produk gagal, karena Tuhan tidak pernah menciptakan manusia yang tidak sempurna.

Ketika kamu ingin menangis, maka menangislah. Ketika kamu ingin tertawa, maka tertawalah. Ketika kamu ingin marah, maka marahlah. Jangan biarkan dunia atau orang lain mendiktemu tentang siapa dirimu sesungguhnya. Kamu tidak akan menjadi lebih baik dengan menjadi orang lain. Karena setiap manusia itu adalah karya yang sempurna. Tuhan tidak pernah gagal, dan Dia pun tidak pernah salah.

Cintai dirimu apa adanya.
Pecahkan topeng kacamu dan buang ke tong sampah untuk selamanya.

GBU alwayz ^_^

© hiLda 2010


Bookmark and Share
Baca selengkapnya...