27 Agustus 2009

Berserah Atau Berdagang?

Sering kali aku berkata, ketika orang memuji milikku,

bahwa sesungguhnya ini hanya titipan,

bahwa mobilku hanya titipan Nya,

bahwa rumahku hanya titipan Nya,

bahwa hartaku hanya titipan Nya,

bahwa putraku hanya titipan Nya,

tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya, mengapa Dia menitipkan padaku?

Untuk apa Dia menitipkan ini pada ku?

Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk milik Nya ini?

Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku?

Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali
oleh-Nya ?

Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah

kusebut itu sebagai ujian, kusebut itu sebagai petaka,

kusebut dengan panggilan apa saja untuk melukiskan bahwa itu adalah derita.

Ketika aku berdoa, kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku,

aku ingin lebih banyak harta,

ingin lebih banyak mobil,

lebih banyak rumah,

lebih banyak popularitas,

dan kutolak sakit, kutolak kemiskinan,

Seolah semua "derita" adalah hukuman bagiku.

Seolah keadilan dan kasih Nya harus berjalan seperti matematika :

aku rajin beribadah, maka selayaknyalah derita menjauh dariku, dan

nikmat dunia kerap menghampiriku.

Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan Kekasih.

Kuminta Dia membalas "perlakuan baikku", dan menolak keputusanNya
yang tak sesuai keinginanku,

Gusti, padahal tiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah...

"Ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja"

(WS Rendra).


Puisi ini cukup menusuk buat ku. Karena keegoisan seorang manusia memang selalu membuat kita buta. Kita bisa dengan mudah berkata, "Aku berserah..." Tapi kita tidak tahu apa yang kita serahkan. Kita pun kadang seolah bertransaksi dengan Tuhan, melakukan tawar-menawar. Apakah BERSERAH itu sama dengan BERDAGANG? Aku rasa tidak...
Mari kita lihat ke dalam hati kita, apakah kita BERSERAH atau BERDAGANG dengan Tuhan?
Dan sanggupkah kita menjadi seperti Bunda Maria yang dengan rendah hati berkata, "Aku ini hamba Tuhan, terjadilah kepadaku menurut perkataan-Mu..."?




Bookmark and Share

3 komentar:

  1. Gw tertarik dengan judul blog nya, "live joyfully, love unconditionally". Dari segi makna dan sastra, dua-duanya kena. :)

    Segala sesuatu akan indah pada waktunya, dan kita harus percaya bahwa kita akan diselamatkan.

    BalasHapus
  2. Amiinn.... ^^

    Live joyfully, love unconditionally >> Hiduplah penuh dengan sukacita, kasihilah dengan tanpa syarat... Smoga bisa kita terapkan dalam setiap langkah hidup kita ya... ^^

    BalasHapus
  3. LIVE JOYFULLY, LOVE UNCONDITIONALLY

    permisi ya..aku suka sekali statement d atas..
    aku ada beberapa pertanyaan ne..heheh

    1. Sanggupkah kita selalu tersenyum d depan orang laen? sekarang ini banyak orang kita Kristen yg menunjukkan muka kesukaran, berbeban, bahkan menyapa orang laen dengan senyuman pun g sanggup..(yang aku amati seh..yg punya blog..yah...dingin..g tau krn pendiam ato g, g taulah..hehehe peace..keep smile..)

    2. aku ada 1 crita : aku suku *****, mama aku minta..(kebetulan aku anak satu2 nya cowo d rumah, anak pertama, punya 2 adek cewe)
    Nak..ibu minta kamu hrs nikah dengan gadis yg satu suku dengan kita..nama nya jg ortu man..susah d tolak..apalagi mama sayang bgt ama aku dari kecil..krn anak cowo 1 seh,,
    tp aku pikir..itu g bner..mo suku apapun..kita harus bisa taruh kasih..
    LOVE UNCONDITIONALLY

    3. Tunjukkan KASIH KRISTUS di keseharian kita..

    thanks ya..
    by: 88

    BalasHapus

What do you think about this post?