23 Agustus 2010

Bau? Ngga Bau?

Di sekitar tempat tinggalku, seringkali aku melihat seorang tukang sampah lewat. Dia menarik sebuah gerobak sampah yang besar. Gerobak itu terisi penuh dengan sampah. Saat orang-orang lewat, semuanya otomatis langsung menutup hidung semua. Wew. Bagaimana tidak. Dari jauh pun bau sampah yang menyengat itu sudah tercium. Bagaimana bisa tahan mencium bau seperti itu. Tapi anehnya, mengapa tukang sampah itu tidak merasa bau ya? Bukannya dia juga seorang manusia, sama seperti orang-orang yang lewat itu? Lalu mengapa dia tidak mencium bau sampah itu? Mengapa dia tidak menutup hidungnya ya?

Ternyata setiap makhluk hidup memiliki kemampuan untuk beradaptasi. Hal ini sudah kita pelajari sejak masih SMP. Begitu pun dengan manusia. Ketika kita sudah terbiasa mencium suatu bau, suatu saat kita tidak dapat lagi mencium bau itu walaupun zat tersebut masih ada. Kita tidak dapat lagi merasakan bau itu, karena hidung kita telah beradaptasi dengan lingkungan sekitar kita yaitu bau tersebut.

Misalnya polusi udara di Jakarta. Dulu aku pernah pulang ke Jakarta setelah berlibur selama beberapa hari ke sebuah pantai di ujung Sukabumi yang bebas polusi. Begitu mobil yang aku tumpangi memasuki jalan tol dalam kota Jakarta, bau asap yang menyengat langsung terasa. Tetapi setelah beberapa jam, aku tidak lagi mencium bau asap tersebut. Hidungku sudah beradaptasi dengan udara polusi Jakarta. Asap itu masih ada, tetapi aku tidak dapat lagi merasakannya.

Uniknya, dalam kehidupan kita pun, kita sering membiarkan diri kita tinggal di tengah-tengah tumpukan sampah. Dalam pengalaman hidup kita, seringkali kita membiarkan orang lain menyakiti hati kita. Tetapi saat kita tersakiti, kita mencoba untuk memaklumi dan mencoba untuk melupakan. Rasa perih itu masih ada, tapi kita membiarkannya begitu saja. Kita tidak mencoba melakukan sesuatu untuk menghilangkan rasa perih itu. Seringkali yang kita lakukan hanyalah membiarkannya dan menganggapnya tidak ada.

Analoginya, seolah-olah kita membiarkan sampah menumpuk dalam hati kita. Kita tidak membersihkannya, dan membiarkan diri kita tinggal di tengah sampah-sampah itu. Lalu sampah-sampah itu lama kelamaan akan semakin membusuk. Dan karena kita sudah terlalu terbiasa dengan kehadiran sampah itu, kita tidak lagi merasakan kehadirannya. Bahkan ketika sampah itu membusuk, kita tidak menyadarinya. Kita menganggap itu sebagai hal yang biasa. Dan kita tidak dapat lagi membedakan, mana yang sampah, mana yang bukan sampah.


Itulah yang terjadi. Sadar atau tidak sadar, kita membiarkan hati kita menjadi TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Di mana semua sampah yang membusuk tertinggal dan tidak tahu lagi harus dibuang ke mana. Akhirnya, kita tidak dapat lagi membagikan kasih pada orang-orang di sekitar kita, karena yang kita miliki dalam hati kita bukan lagi bau yang harum, melainkan bau sampah.

Teman, sadarkah kita bahwa kita sering melakukan hal itu dalam kehidupan kita? Saat ada sedikit saja rasa perih dalam hati kita, dan kita membiarkannya, rasa perih yang kecil itu akan membusuk dan menjadi semakin besar. Sampah sekecil apapun, bila membusuk, tetap akan menebarkan bau busuk. Kita tidak boleh membiarkan hati kita menjadi TPA. Berubahlah. Ubahlah cara pandang kita dalam menghadapi rasa perih itu.

Ketika ada seseorang yang menyakiti hati kita, ampuni dia. Jangan biarkan rasa marah menguasai. Bicarakan. Selesaikan. Bertindaklah. Lakukan sesuatu. Jangan hanya diam saja dan berharap waktu dapat menyembuhkan segalanya! Ya, memang untuk sembuh itu membutuhkan waktu. Tapi bila dalam jangka waktu itu kita tidak meminum obat atau melakukan terapi untuk kesembuhan kita, penyakit itu tidak akan pernah sembuh. Jangan berpura-pura bahwa masalah itu tidak ada. Jangan menutup mata dan berusaha untuk melupakan segalanya. Melupakan itu bukan berarti mengampuni. Mengampuni itu membersihkan sampah dalam hati kita. Sedangkan melupakan artinya hanya membiarkan sampah itu teronggok di pojok hati kita. Tidak terlihat, tapi masih ada.

Jagalah kebersihan hatimu. Bila kita memiliki sebuah rumah, tentu kita akan menjaga kebersihan dan kerapiannya agar rumah itu nyaman untuk ditinggali. Bagaimana tidak dengan hati kita sendiri! Akankah kita membiarkan hati kita kotor dan dipenuhi bau busuk? Tentu tidak bukan!

Dan ingatlah, semakin lama kamu membiarkan sampah itu ada, semakin sulit kamu membedakan mana yang sampah dan mana yang bukan sampah. Semakin lama sampah itu membusuk, akan semakin sulit untuk dibersihkan dan akan menguarkan bau yang semakin busuk.

Pilihan ada di tanganmu. Bertindaklah sekarang...

GBU alwayz... ^_^

© hiLda 2010



Bookmark and Share
Baca selengkapnya...