08 April 2012

1 Cahaya Untuk Semua

Prosesi cahaya lilin di Malam Paskah merupakan sesuatu yang sangat indah buatku. Lilin-lilin yang dipegang oleh umat, semuanya dinyalakan hanya dari 1 sumber api, yaitu lilin paskah yang dinyalakan di atas altar saja. Pertama-tama para putra altar yang menyalakan lilin mereka dari lilin paskah tersebut. Lalu mereka berkeliling menyebarkan api tersebut kepada seluruh umat di gereja supaya semua orang dapat menyalakan lilinnya. Dengan cara itulah, adegan yang indah seperti ini dapat terjadi:


Sore tadi aku sampai di gereja agak mepet, jadi aku mendapat tempat duduk di luar. Ketika menjalani prosesi lilin ini, lilin yang aku pegang berkali-kali padam karena hembusan angin yang kencang di sekitar tenda di luar gereja. Ternyata bukan hanya aku saja yang mengalaminya. Banyak orang lain pun yang lilinnya padam karena tertiup angin. Tapi untunglah, ketika lilinku padam, aku tidak perlu lagi mencari putra altar yang menyalakan lilinku pada awalnya. Ataupun aku tidak perlu naik ke altar untuk menyalakan lilinku sendiri dari lilin paskah. Karena orang-orang di sekitarku sudah memegang lilin yang menyala. Jadi yang perlu aku lakukan hanyalah meminta api dari orang di sebelahku.

Lalu aku sadar, seharusnya seperti itu juga lah kita dalam kehidupan kita sehari-hari. Ketika kita mendapat berkat dan penghiburan, entah dari misa hari Minggu di gereja atau dari persekutuan rohani kita, api lilin kita kembali berkobar. Seharusnya, bila kita bertemu orang lain yang apinya padam, kita dapat dengan mudah menyalakan kembali api orang itu dengan membagi api yang telah kita miliki. Tapi seringkali kita lebih suka untuk menyimpan api itu sendiri saja dan tidak mau peduli akan keredupan hidup orang itu. Kita terlalu senang dan puas akan nyala api kita sendiri sehingga kita tidak peduli lagi bila dunia sekitar kita menjadi redup dan gelap. Yang penting kita sudah menemukan cahaya, jadi kita tidak peduli apakah tetangga kita atau keluarga kita yang lain sudah menemukan cahaya itu juga atau belum.


Atau mungkin yang lebih sering terjadi adalah, kita bahkan tidak memiliki cahaya itu sama sekali. Mungkin saat ada orang lain yang menawarkan cahaya itu, kita menolak untuk bersinar dan lebih suka untuk tetap menjadi redup. Kita terlalu betah dengan keredupan di sekitar kita sehingga cahaya yang terlalu terang terasa menyakitkan mata kita dan membuat kita menjadi tidak nyaman.

Bayangkan, betapa indahnya dan mudahnya bila sekitar kita dipenuhi dengan cahaya. Kita tidak perlu berjalan terlalu jauh atau berusaha terlalu keras untuk dapat bercahaya juga. Karena cahaya itu dapat dengan mudah kita dapatkan dari sekeliling kita. Namun sayangnya, banyak orang jaman sekarang yang lebih suka untuk tidak bercahaya. Atau lebih suka menampilkan cahaya yang palsu. Atau bahkan merasa bangga karena tidak memiliki cahaya tersebut sekalipun. Dengan semakin banyaknya mental semacam ini, generasi kita akan semakin menjadi generasi yang redup dan gelap. Karena bahkan sekalipun ada seseorang yang ingin bercahaya, dia kesulitan untuk menemukan sumber cahaya tersebut. Manusia bukanlah makhluk yang dapat mengeluarkan cahaya dengan sendirinya seperti kunang-kunang. Kita perlu sumber cahaya, dan hanya Tuhan lah sumber cahaya sejati yang tidak akan pernah padam. 

Teman, jangan tolak cahaya itu bila Dia datang kepadamu. Mari kita bercahaya dengan semakin terang, agar semakin banyak orang muda generasi ini yang dapat bercahaya dengan indah bagi dunia.

Happy Easter, bro & sis...
God Loves You and I forever... ^_^

© hiLda 2012

Baca selengkapnya...