17 September 2014

Masterpiece

You’ll know a masterpiece right away once you saw it. Dan ini adalah salah satunya:


Buat yang belum pernah nonton, wajib banget untuk nonton. It’s sooo diferent from Sherlock Holmes movie version, yang mengambil tema di abad pertengahan. Dan yang paling bikin beda adalah Sherlock-nya:


Aktor yang memerankan Sherlock di serial TV adalah Benedict Cumberbatch. Dia memang seorang aktor yang lebih bisa dibilang berbakat daripada tenar (tidak seperti Robert Downy Jr. yang ketenarannya melebihi bakatnya). Penjiwaannya terhadap karakter Sherlock amat sangat mendalam sehingga membuat karakter yang diciptakan Sir Arthur Conan Doyle seratus tahun yang lalu ini sangat lekat dengan kehidupan kita di jaman sekarang.

Tapi aku tidak akan menjadi seorang kritikus film di sini karena aku bukan seorang ahli dalam bidang akting. Yang mau aku katakan adalah, aku sangat terinsipirasi oleh Ben. Here is why.

Pertama, dia adalah seseorang yang melakukan pekerjaannya dengan penuh passion. Dari seorang aktor teater dia melangkah menuju layar lebar dan televisi, tapi dia sendiri berkata bahwa dia tidak akan pernah meninggalkan teater. He knows his root. He knows where he is belong. Seseorang yang bekerja di luar area passion nya pasti tidak akan dapat menghasilkan karya yang luar biasa. Baik? Ya. Tapi luar biasa? Tidak akan bisa. Sayangnya banyak orang yang mengetahui passion-nya tapi tidak punya keberanian untuk melangkah ke dunia itu. Atau yang lebih menyedihkan lagi adalah orang-orang yang sama sekali tidak tahu apa yang menjadi passion-nya sehingga dia hanya menjalani hari selewatnya saja. I've just remembered that I don't want to be that kind of person.

Kedua, dia mencapai keberhasilan itu dengan melakukan segalanya dengan benar. Maksudku, dia tidak melakukan hal yang aneh-aneh untuk mencapai ketenaran. Dia tidak membuat skandal atau menciptakan trend yang tidak biasa dengan sengaja hanya untuk mendongkrak ketenaran namanya. Dia terkenal simply karena dia sangat-sangat hebat dalam berakting. Sangat berbeda dengan para artis pop jaman sekarang yang dengan sengaja melakukan hal yang buruk supaya semua orang mengenalnya, dan pada akhirnya mempromosikan kelakuan yang buruk sebagai sesuatu yang keren kepada para fans nya. That's the saddest thing about today's art. :(

Ketiga, dia menciptakan karya luar biasa. Masterpiece. Sesuatu yang sangat menginspirasi. Sudah pasti karya semacam ini bukan hanya hasil kerja keras dari satu orang saja. Mulai dari pencipta dan penulisnya yang luar biasa juga: Steven Moffat dan Mark Gatiss. Aku yakin mereka berdua adalah Sherlock Holmes junkie sehingga bisa benar-benar mengerti dan mengupas habis karakter unik tokoh ini. Juga para pemeran lainnya yang luar biasa seperti Martin Freeman sebagai Dr. John Watson (and also my favorite hobbit in another movie) dan Andrew Scott sebagai Jim Moriarty. Tidak kalah juga musik dan editing-nya yang amat detail dan rapi. Setiap bagian dikemas dengan begitu baik sehingga ketika disatukan menghasilkan karya yang luar biasa. I miss this sooooooo much. This teamwork. This adrenaline when I am working for something that really matter. Sudah lama sekali rasanya aku tidak mengalami ini. Mungkin karena situasi lingkungan di mana aku berada belakangan ini tidak mendukung cara kerja yang seperti ini. Mungkin itu yang menyebabkan aku lebih suka bekerja sendirian. Namun, pekerjaan satu orang tidak akan pernah bisa sebaik pekerjaan satu tim yang kompak. I've lost it and I want to have it back.

Belakangan ini aku banyak melihat orang yang berhasil dengan cara yang "out of the box" (dengan artian: menyimpang dari apa yang dinilai sebagai kebaikan oleh banyak orang namun anehnya dia tidak menganggap bahwa apa yang dia lakukan itu tidak baik). I hate that!! I don't want to be one of them. I want to be successful in the most righteous way possible. At first, I don't think that is possible in today's world. But here he is, a hollywood actor that proves that it is possible. Well, I guess justice is still exist in this world after all.

Thank you for inspiring me, Ben. I'm looking for my way back to the old me and I’m crafting my own masterpiece starting from NOW…



Because life is beautiful.
(And sometimes you just need to remember why.)


© hiLda 2014

Baca selengkapnya...

03 September 2014

Ketika Cinta Menjadi Basi

Ternyata di dunia ini memang tidak ada yang abadi. Semua hal pasti ada kadaluarsanya. Menurut hukum fisika, energi itu tetap. Jadi dia tidak akan pernah menghilang melainkan hanya berubah bentuk saja. Dan menurut Alkitab kekuatan yang paling besar adalah kasih. Namun bahkan kekuatan sebesar itu pun dapat berubah.

Saya ingat ketika pertama kali saya jatuh cinta pada tunangan saya. (Hey! I finally can call him my fiancé!!!). Rasanya tidak ada satu hal pun yang dapat mengalahkan cinta kami. Pacaran jarak jauh pun saya bela-belain. Setiap malam stand by di depan laptop untuk video call. Ketika dia pulang saya mengosongkan semua jadwal saya di weekend untuk menghabiskan waktu bersamanya. Rasanya dunia milik berdua. Rasanya cinta ini terlalu dahsyat untuk dapat berubah.

Namun ada masanya ketika saya merasa dia begitu jauh. Mungkin dia mulai lupa pada saya. Saya mulai ragu apakah cinta kami memang sedahsyat yang dulu saya bayangkan. Ketika keraguan datang, cinta pun mulai berubah bentuk menjadi curiga. Curiga jangan-jangan dia sudah tidak sayang lagi pada saya. Lama-kelamaan curiga berubah menjadi kemarahan. Marah karena dia lebih memedulikan pekerjaannya daripada saya. Setelah marah datanglah kesedihan. Sedih karena saya berpikir saya telah mencintai orang yang salah.

Namun untungnya, energi dapat kembali kepada bentuknya yang semula. Hanya saja dia membutuhkan energi yang lain. Untuk mengubah cinta kembali kepada wujudnya yang semula dibutuhkan sebuah energi yang namanya keyakinan. Ketika saya sedih dan mempertanyakan keadaan saya, saya mengingat kembali segala proses yang saya jalani hingga saya dapat bertemu dengan dia. Segala takdir yang bersentuhan dan terkait sehingga membawa saya kepada di mana saya berada sekarang. Ketika saya mengingatnya kembali, saya pun yakin bahwa keputusan saya adalah keputusan yang tepat. Dengan penuh keyakinan saya pun membuang amarah saya dan kecurigaan pun menghilang karena saya yakin dia mencintai saya. Lewat keyakinan saya menemukan kembali semangat saya untuk memperbaiki hubungan ini dan mau berubah untuk menjadi orang yang lebih baik lagi. 

Hal ini tidak hanya berlaku untuk cinta kepada pasangan. Saya pun mengalami ini ketika cinta saya kepada pelayanan saya diuji. Juga dalam cinta saya kepaga keluarga saya, cinta saya kepada Tuhan, cinta saya kepada profesi saya, bahkan cinta saya untuk menulis blog, dan segala hal lain yang pernah saya jatuh-cinta-i. Cinta membutuhkan pengingat konstan. Artinya kita harus terus mengingatkan diri kita sendiri kenapa kita mencintai pada awal mulanya. Semuanya kembali ke sana. 

Cinta dapat berubah bentuk. Cinta dapat menjadi basi. Namun tidak seperti nasi basi yang akan selalu basi, cinta dapat kembali menjadi cinta yang segar bila kita terus yakin bahwa apa yang kita cintai itu memang layak untuk dicintai. Dan keyakinan itulah yang harus kita perjuangkan setiap saat.

Selamat mencintai!! 


Because live is beautiful....

© hiLda 2014

Baca selengkapnya...