10 April 2011

Thailand Trip Part 2: Kill Your Self(ishness)

Kata orang, rumput tetangga selalu terlihat lebih hijau. Well.. kenyataannya, rumput di negeri sendiri memang lebih hijau. Tetapi tidak ada yang merawatnya. Sehingga walaupun rumput tetangga tidak sehijau rumput sendiri, tetap saja terlihat lebih indah.

Another share about Thailand. Aku kagum karena orang-orang Thailand bisa menjaga dan merawat kelestarian alam mereka. Waktu itu aku sempat mencoba Elephant Trekking. Ini adalah sebuah kegiatan di mana kita masuk ke hutan sambil menunggangi seekor gajah. Seharusnya kegiatan seperti ini berlangsung selama beberapa jam, tapi aku hanya mencoba trekking yang pendek yang selesai hanya dalam 20 menit.

Selama trekking ini, kami mengelilingi desa mereka di daerah Kanchanaburi. Kami melewati beberapa rumah penduduk asli di sana. Dan ternyata mereka memelihara gajah di halaman belakang rumah mereka. Ternyata, gajah-gajah ini selain mereka jadikan sebagai objek wisata untuk mata pencaharian, juga mereka gunakan untuk membantu kegiatan mereka sehari-hari. Karena daerah ini adalah daerah pedesaan, gajah-gajah di sini juga tidak begitu terawat seperti gajah-gajah di kebun binatang di kota. Kuping mereka banyak ditumbuhi jamur berwarna merah muda, yang tandanya mereka mungkin tidak rajin dimandikan oleh para pemiliknya.

Melihat suasana seperti ini, aku jadi teringat pada rumahku di Cimahi. Dulu waktu aku SD, aku sering sekali bangun pagi dan mendengar suara bebek dan kerbau di sebelah rumahku. Well, jangan bingung, karena sebelah rumahku dulu adalah bentangan sawah yang luas. Ketika musim panen tiba, semua padi menguning dengan indah, lalu para petani akan membawa kerbau-kerbau mereka untuk membajak sawah. Setiap hari mereka juga menggiring bebek-bebek untuk mencari makan di sawah. Menyenangkan sekali melihat itu semua. Tapi, semua itu hanyalah tinggal kenangan. Karena sekarang sebelah rumahku sudah dibangun rumah-rumah semuanya. Tak ada lagi sawah, tidak ada lagi bebek, tidak ada lagi kerbau. Sepertinya orang-orang Cimahi (yang dulunya kota kecil) sudah mulai kebelet pengen jadi "orang kota" sehingga meninggalkan gaya kehidupan "kampung" seperti membajak sawah dan menggiring bebek, yang mana, sebenarnya, jauh lebih menyenangkan daripada jalan-jalan di mal terus-menerus setiap hari.

Ada lagi hal yang menarik perhatianku. Saat itu, di Kanchanaburi, kami tinggal di sebuah rafting house, yaitu rumah yang dibangun di pinggir sungai. Walaupun sedikit seram terbawa arus sungai ketika kami tidur, overall tempat ini cukup menyenangkan. Benar-benar terasa unsur pedesaan dan menyatu dengan alam. Sungai tempat rumah ini dibangun pun begitu jernih airnya. Tidak ada bungkus plastik mengambang yang merusak pemandangan, ataupun bau busuk sampah yang sangat erat melekat dengan image sungai di ibukota kita tercinta (a.k.a Jakarta). Cobalah bandingkan sungai ini dengan sungai di Jakarta. Banyak juga orang-orang yang membangun rumah dadakan di pinggir sungai-sungai Jakarta. Tapi mereka bukannya merawat dan menjaga, mereka malahan mengotori dan merusak sungai-sungai itu. Bangunan yang mereka buat pun kumuh dan tidak teratur. Ditambah dengan pabrik-pabrik yang membuang limbah secara sembarangan ke sungai itu juga, jadilah adonan kopi hitam berbuih yang menghiasi badan air sungai di kota Jakarta. Sungguh tidak terawat (padahal katanya Jakarta itu ibukota, Kanchanaburi itu bukan ibukota loh).

Okay, mungkin perbandingannya kurang seimbang. Karena Jakarta adalah kota besar yang padat penduduknya sedangkan Kanchanaburi adalah kota kecil yang ramah lingkungan. Mari kita cari lawan yang seimbang untuk sungai di Jakarta. Ini adalah foto sungai di Bangkok. Sungai ini adalah sungai terbesar di Bangkok, namanya Chao Praya. Orang-orang juga terbiasa menggunakan sungai ini sebagai sarana transportasi. Ternyata tetap lebih bersih dan indah daripada sungai-sungai di Jakarta ya. Sama-sama ibukota yang padat penduduknya loh.

Dan yang satu ini adalah favoritku. Namanya Sky. Dia adalah salah satu penghuni Tiger Temple, sebuah kuil di pegunungan Kanchanaburi di mana para bhiksu-nya tinggal bersama dengan berbagai macam hewan. Semua hewan yang ada di sini dirawat oleh para bhiksu sejak mereka masih bayi. Karenanya mereka sangat akrab dengan manusia. Bahkan macan-macan yang sudah dewasa pun mau menurut pada perintah manusia. Mereka tahu bahwa mereka ada dalam masalah bila pelatih mereka membawa sapu lidi. Bahkan kita bisa bermain dengan mereka, permainannya menggunakan sebuah sandal karet yang diikat di tongkat. Macan-macan ini nanti akan berusaha untuk menangkapnya sementara kita menggoyang-goyangkan tongkat tersebut. Lucu sekali. Di tempat ini juga ada banyak binantang-binatang lain, seperti babi ini. Dia tidak takut sama sekali dengan manusia. Lucu sekali.


Dan inilah yang paling aku kagumi dari Thailand. Tempat ini namanya Erawan Waterfall. Sebuah reservasi alam yang memiliki 7 air terjun yang bertingkat-tingkat. Untuk bisa naik ke gunung ini dan melihat air terjunnya, para pengunjung dilarang membawa makanan yang memiliki kemasan satu kali pakai. Kita hanya diperbolehkan membawa minuman dalam kemasan reusable. Andaikan kita membawa air minum dalam botol plastik, botol tersebut akan diberi nomor dan ditandai. Saat kita kembali dari puncak air terjun, kita harus menunjukkan kembali botol tersebut untuk memastikan kita tidak membuang sampah di dalam kawasan reservasi. Luar biasa. Mereka benar-benar menjaga keindahan alam di hutan ini. Bahkan di dalam kolam di setiap air terjun, masih terdapat ikan-ikan yang berenang bebas. Mereka suka sekali memakan kulit mati yang ada di tubuh manusia. Sehingga kita bisa merasakan fish spa gratis di sana. Sesuatu yang tidak pernah lagi aku temukan di hutan mana pun di Pulau Jawa.


Itulah rumput tetangga kita. Sudah bukan rahasia lagi bahwa sebenarnya Indonesia menyimpan lebih banyak lagi keunikan dan keindahan alam di dalamnya. Tetapi kita tidak pernah mengeksplorasinya. Yang menjadi fokus orang-orang Indonesia jaman sekarang hanyalah pembangunan mal dan apartemen. Ya, mal dan apartemen berkembang dengan pesat di Jakarta. Mereka tidak lagi mengingat hutan dan kehidupan alam yang tersembunyi jauh dari kehidupan kota. We are killing ourselves. Kita membunuh diri kita sendiri. Mal dan apartemen tidak dapat menghasilkan oksigen bagi kita. Mal dan apartemen hanya menghasilkan banyak uang. Padahal kita tidak dapat bernapas dengan uang bukan? Kita hanya dapat bernapas dengan udara yang mengandung oksigen.

Teman, kita adalah generasi muda Indonesia. Indonesia adalah jantung dunia, karena negara kita ini terletak di garis khatulistiwa. Negeri kita ini indah, jauh lebih indah daripada sekedar Pacific Place atau Grand Indonesia. Jangan menjadi orang yang egois dengan hanya mau hidup enak dan terbawa arus kehidupan materialistis jaman sekarang. Ada banyak hal yang telah Tuhan ciptakan yang jauh lebih indah daripada tas Gucci atau sepatu Hush Puppies. Mari kita belajar untuk mencintai alam ini lebih lagi. We have to kill our selfishness, do not kill our selves with our selfishness. 

-Special thanks to Marcell for these lovely pictures-

© hiLda 2011

Bookmark and Share

2 komentar:

  1. ah Hilda....are sentences in the first alinea true? man said like that, but I...? do not...
    Kanchanaburi is a rural area...interesting, many houses in Krung Thep are built like that...cz of flood is very often in Krung Thep, pls visit also another side of Krung Thep, e g Bangkhuntian.
    Elephants carneval showed also in Chiang Mai...a cool city, northern of Krung Thep.

    Kop Khun krab ....So wat dee krab...

    BalasHapus
  2. I still think Indonesia is nicer, but Indonesian people can not preserved the nature. Kalo kita bisa belajar menghargai alam kita, pasti Indonesia bisa jadi lebih cantik daripada Thailand. Seperti di Raja Ampat.. =)

    BalasHapus

What do you think about this post?