11 September 2009

Menghilangkan Iman Beracun

Apakah kepercayaanmu memperparah ketergantunganmu?
Cari tahu dengan mencari 5 gejala Iman Beracun
Bagian 6 dari 8 seri Bagaimana Menghilangkan Kebiasaan Buruk Sekarang!
by Bo Sanchez

Apakah imanmu beracun?
Bukannya menyembuhkan, dia membunuh.
Bukannya memberkati, dia mencelakakan.
Bukannya memberi, dia merampok.

Tidak, saya tidak berbicara tentang apa Nama Agamamu. Kamu bisa saja Katolik, Muslim, Buddhist, atau Hindu. Tidak apa-apa. Dalam setiap agama ini, kamu bisa saja memiliki Iman Beracun.
Bukan Nama Agamamu, tapi caramu menjalankan keagamaanmu yang beracun. Hal itu meracunimu juga meracuni orang-orang di sekitarmu.

Satu tanda jelas bahwa itu adalah Iman Beracun adalah hal itu meningkatkan ketergantungan tersembunyimu.

Saya kenal sejumlah besar orang religius yang kecanduan sex, alkohol, makan, kemarahan, materialisme, dan tentu saja, pada agama itu sendiri.

Dalam tahun-tahun terakhir, kecanduan sex telah menjadi masalah besar di antara pemimpin-pemimpin religius. Saya seharusnya tahu. Sebagai seorang bocah berumur 13 tahun, saya dilecehkan oleh seorang pemimpin religius.

Dan dalam prosesnya, saya menjadi pecandu porno.

Saya ingin lari dari rasa sakit di dalam saya. Saya tidak mau menghadapi permasalahan internal saya. Maka saya mencari penghiburan dalam aktivitas-aktivitas religius saya. Dan dalam pornografi.

Inilah cerita saya.
Tapi ini juga cerita banyak orang dalam Gereja.

Fakta-Fakta Yang Memberi Tahu Kita Ada Sesuatu Yang Sangat Salah
Di Amerika saja, terdapat 4,392 pendeta yang dituduh karena tindak kekerasan seksual.

Masalah ini sangat akut, hingga pada tahun 2007, Diocese di Los Angeles saja telah membayar $660 Juta kepada lebih dari 500 korban tindak kekerasan seksual. Secara keseluruhan, Gereja Katolik Amerika telah membayar lebih dari Satu Milyar Dolar untuk para korban tindak kekerasan seksual—dan jumlah ini terus meningkat.

Tapi statistik ini tidak sebanding dengan bertemu salah seorang korbannya. Untuk berhadapan muka dengan seseorang yang telah dilecehkan secara seksual oleh seorang religius.

Saya berumur 13 tahun ketika saya pergi dengan kelompok mudika saya ke San Pedro, Laguna. Kami memberikan sebuah Seminar Hidup Baru Dalam Roh kepada para umat. Ketika malam tiba, kami semua kembali ke rumah pribadi kami masing-masing. Di tengah malam, saya bangun dan menemukan seorang pria telanjang di atas saya. Dia adalah pemimpin religius saya. Dalam keterkejutan saya, saya tidak dapat bergerak. Saya tidak dapat berbicara. Saya tidak dapat berteriak. Saya menangisi diri saya hingga tertidur.
Pagi berikutnya, saya melihat kamar tidur saya kosong.

Saya berjalan ke ruang tengah dan melihat pemandangan paling menjijikkan yang pernah saya lihat. Saya melihat kelompok mudika saya berkumpul membentuk lingkaran mendoakan doa pagi mereka, dengan pemimpin religius saya di tengah, bermain gitar dan memimpin doa mereka.

Pemimpin saya bukanlah seorang pastor, tapi terlihat seperti seorang pastor. Dia suka mengenakan salib besar di sekeliling lehernya. Dia suka membawa Alkitab besar ke mana pun dia pergi. Dia berkhotbah dengan baik. Dia berdoa dengan baik. Dia bernyanyi dengan baik.

Dia juga melecehkan seorang bocah dengan baik.

Saya tidak pernah memberi tahu siapa-siapa tentang apa yang terjadi pada saya malam itu.

Tapi suatu hari, salah satu teman saya dalam kelompok mudika itu bertanya pada saya, “Apa dia menyentuhmu?” Segera saja, saya mengerti. “Ya, dia melakukannya,” kata saya. Teman saya berkata bahwa dia juga telah dilecehkan. Kami mengetahui bahwa dia telah melecehkan hampir kami semua dalam kelompok mudika seakan-akan kami adalah binatang plastik dalam jarak tembak.

Tolong dengarkan saya.

Saya masih percaya bahwa mayoritas pastor kita adalah manusia luar biasa dan seorang yang suci di hadapan Tuhan. Tapi masalah ini nyata dan para pemimpin tidak dapat lagi menyembunyikannya di bawah karpet.


Katolik dan Protestan—Kita Semua Memiliki Masalah
Skandal seks di antara pewarta Kristen dan para pastor tidaklah berbeda. Bagaimana bisa kita lupa akan skandal seorang nama besar seperti Jim Baker, Jimmy Swaggart, dan yang paling baru, Ted Haggard?

Jim Bakker, Presiden dari kerajaan Praise The Lord (PTL), dituduh memperkosa sekretarisnya Jessica Hahn dan membayarnya $265,000 untuk tetap diam.

Jimmy Swaggart, televangelist terbesar ketika saya masih remaja, menyebut Jim Bakker pada Larry King Live seorang “kanker dalam Tubuh Kristus” karena penyimpangan seksualnya. Dia juga mengekspos Pastor Marvin Gorman karena berzinah dengan salah seorang umatnya. Untuk membalas dendam, Pastor Gorman menyewa seorang detektif pribadi untuk menguntit Swaggart, yang memfotonya keluar dari sebuah motel bersama seorang pelacur bernama Debra Murphee. Swaggart dengan penuh air mata berbicara kepada gerejanya dan meminta maaf. Tapi pada 1991, dia lagi-lagi ditemukan bersama dengan pelacur lain, Rosemarie Garcia.

Ted Haggard, pastor senior dari sebuah gereja dengan anggota 14,000 jiwa dan presiden National Association of Evangelicals, dituduh menikmati pelayanan Mike Jones, seorang pelacur pria selama 3 tahun dan menggunakan shabu untuk meningkatkan pengalaman itu. Ironisnya, sebelum ini, Ted Haggard menentang homoseksualitas dengan sangat keras dalam penampilannya di TV.

Lagi-lagi, biar saya perjelas: Saya juga percaya kebanyakan pastor dan pengkhotbah adalah orang-orang luar biasa dan pelayan Tuhan yang hebat. Tapi skandal-skandal ini memanggil kita untuk melihat lebih dalam ke dalam jiwa kita. Karena apapun yang membuat Swaggart, Bakker, dan Haggard jatuh sebenarnya tersembunyi di dalam kita semua. Tidak ada pengecualian.

Mengapa orang-orang religius memiliki ketergantungan tersembunyi?
Ada banyak penyebabnya.
Salah satu yang paling utama adalah Iman Beracun.


5 Gejala Iman Beracun
Apa itu Iman Beracun? Bagaimana kamu tahu jika kamu memiliki Iman Beracun?

Jujur saja, ini membutuhkan keseluruhan sebuah buku untuk ditelaah (dan saya mungkin akan melakukannya suatu hari nanti), tapi inilah penelaahan singkat dari subjek yang paling menggemparkan dan kontroversial ini.

Cari tahu apakah kepercayaanmu beracun.
Biar saya deskripsikan lima gejala Iman Beracun:

  • Kamu memiliki Gambar Tuhan yang menyimpang: Dia Suka Menghakimi
  • Kamu memiliki Kesetiaan yang menyimpang: Kamu Terpaku Pada Hukum
  • Kamu memiliki Gambar Diri yang menyimpang: Kamu Merasa Dihukum
  • Kamu akan memiliki Iman yang menyimpang: Kamu Mempraktekkan Iman-Berlebihan
  • Kamu akan memiliki Sistem Iman yang menyimpang: Kamu Dilecehkan Secara Spiritual
Biar saya deskripsikan setiap hal ini satu per satu...


Gejala #1: Kamu Memiliki Gambar Tuhan Yang Menyimpang: Dia Suka Menghakimi
Suatu hari, seorang pria datang pada saya dan berkata, “Bo, saya merasa bersalah. Saya rasa Tuhan marah pada saya hari ini...”

“Marah kepadamu? Mengapa?” tanya saya.

“Karena saya melewatkan jam doa saya hari ini. Saya takut Dia akan menghukum saya dan menyebabkan hal-hal buruk terjadi hari ini.”

Teman-teman, saya tahu perasaan itu dengan sangat baik. Karena selama bertahun-tahun—bukan, selama berdekade-dekade—saya merasa seperti ini.

Ya, saya pernah memiliki Iman Beracun. (Dan jika saya harus jujur, saya masih merasakan sisa-sisanya dalam jiwa saya.) Iman Beracun didasarkan pada sebuah gambar Tuhan yang menyimpang. Selama 20 tahun, saya menyembah seorang Tuhan yang suka menghakimi, pemarah, suka membalas dendam, suka menyimpan dendam, dan terpaku pada hukum. Walaupun saya tidak akan pernah mengakuinya saat itu. Pada waktu itu, saya bahkan berkhotbah tentang Cinta Tuhan!

Mengapa? Karena gambaran Tuhan intelektual kita sangat berbeda dari gambaran Tuhan di alam bawah sadar kita. Yang kedua jauh lebih dalam dan lebih sulit untuk diubah.
Seseorang dengan Kepercayaan Beracun akan membayangkan Tuhan berkata pada mereka, “Aha! Kamu melewatkan waktu doamu hari ini. Ck, ck, ck. Dasar makhluk tidak tahu terima kasih...”

Saya terbiasa berdoa setiap hari karena rasa takut.
Apa kamu tahu betapa konyolnya itu?

Bayangkan seorang ayah yang menelpon anaknya dan mengomel, “Dasar tidak tahu terima kasih! Beraninya kamu melupakanku? Kamu tidak mengunjungiku lagi. Kuperingatkan kau. Aku akan mengutukmu jika kamu tidak mengunjungiku menit ini juga...”

Kita menyebut ayah-ayah seperti itu monster perusak. Dan tetap saja saya membayangkan Tuhan seperti itu.

Hari ini, saya masih berdoa setiap hari, tapi saya melakukannya karena saya suka berdoa. Dia memberkati saya, memelihara saya, dan mengisi hati saya dengan cinta. Jika saya melewatkan jam doa saya, Dia tidak melemparkan petir kepada saya. Ketika gambar Tuhan saya berubah, seluruh hidup saya juga berubah.

Mengapa Iman Beracun memperparah ketergantungan?

Ingat apa yang saya katakan pada bab awal: Ketergantungan apapun adalah sebuah kelaparan akan cinta sejati. Saya ingin dicintai, dan karena saya tidak dapat menemukan cinta sesungguhnya, saya mencari penggantinya. Sebuah anestesi, untuk menutupi rasa sakit.

Ketika gambar Tuhan saya adalah suka menghakimi, terpaku pada hukum, suka menyimpan dendam, dan suka membalas dendam, apa yang seharusnya memuaskan kelaparan cinta saya dengan sempurna (Cinta Tuhan) malahan membuat kelaparan itu semakin akut.

Apa Kamu Menyembah Tuhan Yang Suka Menghakimi, Terpaku Pada Hukum, Suka Menyimpan Dendam, Dan Suka Membalas Dendam?
Menurut Iman Beracun, Tuhan itu suka menghakimi, terpaku pada hukum, suka menyimpan dendam, dan suka membalas dendam. Jika seseorang memiliki gambar Tuhan yang menyimpang, kepercayaan di alam bawah sadarmu adalah sebagai berikut... (Periksa kalau-kalau kamu memiliki salah satunya.)

  • “Tuhan hanya akan mencintai saya jika saya menjaga sikap saya.”
  • “Tuhan membenci pendosa dan marah pada saya.”
  • “Dia ingin menghukum saya. Dia menuliskan semua dosa saya”
  • “Tuhan tidak pernah puas terhadap saya.”
  • “Jika saya berbuat dosa, Tuhan akan membuang saya ke Neraka selamanya.”
  • “Saya sekarang menderita kanker. Tuhan sedang menghukum saya karena tidak cukup baik.”
  • “Bisnis kami hancur. Tuhan pasti menghukum saya karena melupakan-Nya.”
  • “Kami baru saja tertimpa kecelakaan mobil. Kamu tahu mengapa? Kami gagal berdoa...”
Ketika kamu memiliki Iman Beracun, seolah-olah Tuhan terus memperhatikan dosa-dosamu. Segalanya yang Dia lakukan sepanjang hari adalah menunggumu berbuat kesalahan. Dia juga suka berubah-ubah dan moody: Ketika kamu tidak berbuat dosa, Dia menyukaimu. Ketika kamu berbuat dosa, Dia tidak menyukaimu.

Keseluruhan relasi mereka dengan Tuhan berdasar pada rasa malu. Dia memiliki standar yang terus meningkat, seperti sebuah target yang terus bergerak, dan mereka tidak akan pernah bisa memuaskan Dia.


Gejala #2: Kamu memiliki Kesetiaan yang menyimpang: Kamu Terpaku Pada Hukum
Teman saya “Melanie” percaya bahwa Tuhan ingin dia berdoa pada waktu yang tepat sama setiap hari—5:00 AM. Dia akan merasa sangat bersalah jika, karena dia terlambat bangun atau harus mengerjakan hal yang lain, terpaksa berdoa pada 5:30 AM. Bagi Melanie, itu tidak menghormati Tuhan.

Iman Beracun menghasilkan orang yang sangat setia, tapi ekspresi kesetiaan itu menyimpang: terlalu terpaku padu hukum dan teliti secara menyakitkan. Kekakuan dalam dirinya sendiri adalah sebuah ketergantungan.

Untuk mengetahui apakah Melanie memiliki Iman Beracun atau tidak, saya memeriksa dua tanda: Apakah itu membawanya kepada rasa malu atau kepada pembenaran diri? (Dengan kata lain, apakah dia merasa mempermalukan dirinya sendiri atau mempermalukan orang lain.)

Ketika Melanie dapat menjaga waktu doa 5:00 AM-nya setiap hari, dia merasa dirinya baik. Dia merasa Tuhan menerimanya dan menyukainya—maka dia menyukai dirinya sendiri juga. Tapi dia memandang rendah pada orang lain yang tidak berdoa, yang terlambat berdoa, atau yang berdoa lebih sebentar daripada dia. Dia merasa dirinya yang paling benar. “Kamu juga akan tumbuh suatu hari nanti,” begitu dia akan berkata secara berlebihan. Ketika Melanie terlambat dengan janji 5:00 AM-nya kepada Tuhan, dia dipenuhi rasa malu. Dia merasa Tuhan mengerutkan dahi kepadanya. Dia merasa dirinya buruk. Dia adalah serangga yang tidak tahu terima kasih dan bandel di hadapan Tuhan.

Dia adalah Orang Farisi versi modern yang perlu mendengar lagi kata-kata Yesus:
“Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan.” (Mat 23:23)

Santo Paulus memiliki kata-kata hebat untuk orang-orang macam ini: Mengapakah kamu menaklukkan dirimu pada rupa-rupa peraturan, seolah-olah kamu masih hidup di dunia: jangan jamah ini, jangan kecap itu, jangan sentuh ini; semuanya itu hanya mengenai barang yang binasa oleh pemakaian dan hanya menurut perintah-perintah dan ajaran-ajaran manusia. Peraturan-peraturan ini, walaupun nampaknya penuh hikmat dan ibadah buatan sendiri, seperti merendahkan diri, menyiksa diri, tidak ada gunanya selain untuk memuaskan hidup duniawi. (Kol 2:20-23)


Saya rasa ini benar. Saya ingat seorang Uskup yang terkenal sangat keras pada orang lain, hampir terlalu kaku dalam ketepatan cara-caranya, ternyata terkuak bahwa dia memiliki seorang wanita simpanan. Tidak terbayangkan ketika berita ini tersebar luas. Bagaimana mungkin?

Kekakuan di luar adalah sebuah proyeksi yang tidak disadari. Dia mencoba untuk mengontrol apa yang tidak bisa dia kontrol di dalamnya.

Ketika Jimmy Swaggart membongkar dosa-dosa seksual Jim Bakker dan Marvin Gorman di TV nasional, dia sebenarnya secara tidak sadar membongkar dosa-dosa seksualnya sendiri yang tidak dapat dia terima. Ketika Ted Haggard mengecam homoseksualitas di arena politik dan di televisi, dia mengecam homoseksualitas yang tidak dapat dia hadapi di dalam dirinya sendiri.

Apakah Kamu Seorang Pecandu Religius?
Keterpakuan terhadap hukum bisa menjadi sebuah ketergantungan.
Kekakuan bisa menjadi sebuah ketergantungan.
Kereligiusan bisa menjadi sebuah ketergantungan.

Kamu bisa menjadi ketergantungan terhadap apapun. Selama hal itu dapat memberimu jalan keluar dari rasa sakit di dalammu. Dan kereligiusan adalah hal termudah untuk dijadikan candu karena itu adalah sesuatu yang dapat diterima dan sangat dikagumi.

Bagaimana kamu tahu jika kamu menjadi seorang pecandu religius? Jika bukannya menghadapi luka masa lalumu atau menyelesaikan masalah pribadimu, kamu LARI dari rasa sakit di dalammu dengan menenggelamkan dirimu dalam aktivitas religius—berdoa, membaca Alkitab, studi doktrin, pertemuan pelayanan—maka kamu adalah seorang pecandu religius.

Mari maju ke gejala ketiga dari Iman Beracun.


Gejala #3: Kamu memiliki Gambar Diri yang menyimpang: Kamu Merasa Dihukum
Seseorang dengan penghargaan diri yang rendah akan dihancurkan oleh Iman Beracun.

Saya sudah berbicara kepada banyak orang yang bahasanya mengekspresikan sebuah gambaran yang sangat negatif tentang diri mereka sendiri. Mereka mengatakan sesuatu seperti ini, “Saya jelek. Tubuh saya jelek. Saya malu akan diri saya. Tuhan ingin saya mengabaikan perasaan-perasaan saya (karena berasal dari daging) dan mengabaikan kebutuhan-kebutuhan saya yang valid dan pantas (karena itu egois).”

Iman Beracun tidak akan pernah mengizinkan kita untuk mencintai diri kita sendiri. Sebaliknya, dia akan mendesak kita untuk menyebut diri kita sendiri seorang yang malang dan seekor cacing—dan mendesak kita untuk memperlakukan diri kita demikian.

Beberapa orang benar-benar berdoa seperti ini: “Tuhan, aku adalah seekor cacing, seekor cacing hina, jelek, dan penuh dosa. Aku tidak layak menerima cinta-Mu. Aku sangat menjijikkan di mata-Mu. Aku seorang monster, aku ini pengganggu, virus, seorang yang malang tidak ada bandingannya...”

Jangan salah. Saya suka menyanyikan lagu klasik itu, Amazing Grace, yang bunyinya, Amazing Grace, how sweet the sound, that saved a wretch (orang yang malang) like me...
Itu adalah lagu yang indah, tapi seseorang dengan gambar diri yang menyimpang akan berfokus pada bagian “orang yang malang” dan tidak akan melihat ke bagian indah yang lain pada lagu itu.

Iman Beracun akan mengaburkan caramu memandang dirimu sendiri.
Dia juga akan mengaburkan kepercayaan-kepercayaan yang sangat kamu percayai...

Gejala #4: Kamu akan memiliki Iman yang menyimpang: Kamu Mempraktekkan Iman-Berlebihan
Saya adalah seorang pengkhotbah yang memberikan harapan pada orang-orang. Itu misi saya.

Setiap Minggu, saya berkhotbah kepada orang-orang yang lelah dan berbeban dari kehidupan sehari-harinya. Dalam dunia kita yang gelap, kita amat sangat memerlukan harapan.

Maka saya memberi tahu orang-orang untuk memimpikan mimpi yang besar dan berdoa untuk mimpi-mimpi itu setiap hari. Saya memberi tahu orang-orang bahwa mereka dikelilingi oleh kelimpahan Tuhan—dan sewaktu-waktu mereka dapat mengetuk sumber daya yang berlimpah itu untuk semua yang mereka butuhkan.

Tapi ada sebuah garis tipis yang tidak berani saya langkahi: Dunia Iman Berlebihan. Iman Berlebihan adalah bahan dasar dari Iman Beracun.

Iman Berlebihan mengajarkan, “Jika kamu hanya memiliki iman, semua masalahmu akan terpecahkan. Jika kamu hanya percaya dan berdoa, Tuhan akan memperbaiki semuanya secara ajaib.”

Itu tidak benar. Saya memberi tahu orang-orang bahwa selama mereka masih bernafas, masalah adalah bagian dari kehidupan. Mereka tidak menghilang hanya karena kita dekat pada Tuhan.

Tapi dalam setiap masalah, Tuhan akan menemani kita.
Iman Sejati menyembuhkan, tapi Iman Beracun membinasakan.
Bagaimana? Biar saya berikan beberapa contoh.


Ketika Kamu Tidak Dipulihkan, Apakah Ada Sesuatu Yang Salah Denganmu?
Teman saya “Ren” mengidap kanker. Untuk beberapa waktu, dia berdoa memohon kesembuhan.

Suatu hari, dia didoakan oleh seorang Pastor yang berjenis Iman-Berlebihan. Setelah mendoakannya, Pastor ini mendeklarasikan kepadanya dengan otoritas nubuat Perjanjian Lama, “Satu-satunya alasan mengapa kamu masih sakit adalah karena kamu kurang beriman.”

Ren hancur. Dia merasa bersalah. Sedih. Bingung. Dan marah.
Dia merasa bersalah karena dia hanya memiliki iman yang kecil.
Dia sedih karena dia tidak dapat menumbuhkannya setelah bertahun-tahun lamanya ini.
Dia bingung karena dia tidak tahu apa yang harus dilakukan.
Dan dia marah kepada Tuhan karena Dia memberikan kepadanya kesembuhan tapi menempatkannya di luar jangkauan imannya yang kecil.

Tapi apa kebenarannya? Saya kenal Ren. Teman saya memiliki iman yang besar.
Dia percaya pada Tuhan bahkan di tengah-tengah penyakitnya.
Tapi Iman-Berlebihan tidak akan mengizinkan itu.


Jika Kamu Ingin Kaya, Beri Perpuluhan Saja?
Inilah kepercayaan mereka. Jika kamu dekat kepada Tuhan, kamu akan sehat dan kaya. Kamu tidak akan terjangkit penyakit dan kamu tidak akan pernah jatuh miskin.

Saya tidak mengajarkan Iman-Berlebihan. Sebaliknya, saya berkhotbah tentang pengharapan sejati.

Saya juga berkhotbah tentang hal-hal praktikal yang perlu orang lakukan untuk menggapai mimpi mereka. Beberapa memanggil saya Prosperity Preacher (Pengkhotbah Kemakmuran). Saya lebih suka mereka memanggil saya Practical Preacher (Pengkhotbah Praktikal). Karena tidak semua terjadi hanya dengan berdoa. (Orang-orang juga mengkritik saya karena hal itu. Mereka berkata saya terlalu praktikal. Oh baiklah, kamu tidak dapat memuaskan semua orang sekaligus kan...)

Sebagai contoh, beberapa pengkhotbah berkata bahwa memberi perpuluhan adalah kunci kemakmuran. Saya pernah membaca keseluruhan sebuah buku tentang kemakmuran finansial, dan sebanyak 11 bab, penulis buku tersebut hanya membicarakan tentang memberi dan bukan yang lain.

Tapi inilah pertanyaan besarnya: Mengapa masih ada orang yang memberi perpuluhan dan tetap miskin? Kekurangan iman lagi?

Inilah sebabnya: Karena memberi perpuluhan hanyalah satu dari banyak kunci kemakmuran. Ada kunci-kunci praktikal lain yang harus seseorang lakukan untuk menjadi kaya. Seperti apa? Seperti hidup sederhana; Dan menabung secara teratur; Dan belajar bagaimana berinvestasi dan mengetahui di mana harus berinvestasi; dll... Hal-hal itulah yang saya suka ajarkan pada orang-orang.

Itulah salah satu kepercayaan menyimpang dari Iman-Berlebihan: Memiliki iman sejati artinya tidak melakukan apa-apa tapi menunggu Tuhan melakukannya untuk saya.

Biar saya berikan kepadamu kepercayaan menyimpang yang lain...


Kepercayaan Menyimpang Lain Dari Iman Beracun
Pernahkah kamu mendengar ini sebelumnya? “Tuhan akan mencarikan bagi saya seorang pasangan hidup yang sempurna dan memberikan tanda-tanda bahwa itulah dia.”
Tidak, Dia tidak akan melakukannya. Dia akan memintamu untuk berpikir dan menggunakan akal pikiranmu.

Saya bertemu dengan seorang wanita yang menikah dengan seorang pria yang luar biasa tidak bertanggung jawab. Dia tidak memiliki pekerjaan, berbohong kepadanya terus-menerus, dan kecanduan judi.

“Kami bertemu di persekutuan doa,“ katanya, “dan saat dia mendekati saya, saya berdoa kepada Tuhan apakah dialah orangnya untuk saya. Saya tahu dia tidak punya pekerjaan ketika saya bertemu dengannya, dan tidak dapat menemukan pekerjaan selama beberapa tahun. Maka saya meminta tanda dari Tuhan. Dan Dia memberikannya pada saya. Maka saya pikir ini akan menjadi pernikahan yang hebat...”

Memang kenapa kalau kalian bertemu di persekutuan doa? Itu hanya berarti satu hal—bahwa dia karismatik. Tapi apakah dia bertanggung jawab? Apakah dia jujur? Apakah dia setia? Gunakan akal pikiranmu, saudari! Cari tahu sendiri. Jangan bergantung pada tanda-tanda supernatural. Carilah tanda-tanda nyata! Fakta yang sesungguhnya bahwa dia tidak punya pekerjaan selama bertahun-tahun adalah tanda yang nyata untuk memilih orang lain!

Inilah tiga kepercayaan gila lainnya dari Iman-Berlebihan yang tidak sempat saya jelaskan:
  • Iman yang kuat akan menjaga saya dari masalah dan rasa sakit
  • Saya seharusnya menerima semua yang terjadi pada saya sebagai kehendak Tuhan
  • Jika tidak ada dalam Alkitab, maka tidak benar atau relevan
Masih banyak yang lain, tapi biar saya sekarang lanjutkan ke gejala kelima...

Gejala #5: Kamu akan memiliki Sistem Iman yang menyimpang: Kamu Dilecehkan Secara Spiritual
Iman Beracun biasanya didukung dengan sebuah Sistem Iman Beracun.
Yang mana melecehkan secara spiritual.

Saya harus mengakui bahwa komunitas saya, Light of Jesus, pernah, suatu waktu dalam sejarah kami, memiliki unsur Sistem Iman Beacun ini. Mengapa? Karena sayalah pemimpin kelompok itu, dan saya mengidap Iman Beracun. Ketika pemimpin sebuah kelompok memiliki Iman Beracun, dia menciptakan sebuah Sistem Iman Beracun dalam kelompoknya. Saya rasa kelompok religius mana pun terbuka akan kecenderungan semacam itu, dan kita perlu waspada. (Saya sudah meminta maaf karena secara spiritual melecehkan komunitas saya berkali-kali.)

Untuk mengetahui apakah kelompokmu, keluargamu, komunitasmu, pelayananmu, organisasimu, atau gerejamu memiliki Sistem Iman Beracun, carilah 7 unsur ini:
  1. Pemimpin menuntut akses khusus kepada Tuhan dan menegakkan kontrol dan peraturan diktator
    Hanya dia (atau mereka) yang dapat membuat keputusan untuk kelompok dan setiap individu dalam kelompok. Kamu tidak boleh mempertanyakan Pemimpin ini atau kamu seolah-olah mempertanyakan Tuhan. Kamu harus setuju sepenuhnya dengan Pemimpin atau keluar.
  2. Pemimpin suka menghukum dan suka menghakimi
    Ada pembersihan terus menerus. Jika kamu menanyakan pertanyaan yang seolah-olah mempertanyakan otoritasnya, kamu akan dicap pemberontak, seseorang dengan semangat pengkritik, dan akan dikeluarkan.
  3. Pemimpin tidak bertanggung jawab pada siapa pun
    Ini sangat berbahaya. Bahkan Paus sekalipun memiliki sebuah Kelompok Kardinal dan Uskup—dan otoritas pengajarannya dihubungkan kepada mereka.
  4. Tidak ada komunikasi nyata antara Pemimpin dan Anggota
    Seseorang atau sekelompok orang—lingkaran dalam si Pemimpin—melingkupi si Pemimpin tertinggi dari apa yang sebenarnya para anggota katakan atau rasakan.
  5. Anggota merasa bahwa kelompok mereka “Memerangi Dunia”
    Para anggota merasa bahwa kelompok mereka adalah batasan akhir dari pekerjaan Tuhan dalam dunia yang penuh dosa. Bahwa kelompok merekalah yang terbaik. Bahwa kelompok mereka dipilih Tuhan secara khusus sebagai satu-satunya jalan Keselamatan, atau paling tidak, tim SWAT-Nya dalam melawan kejahatan. Kelompok lain tentu saja tidak dapat menandingi.
  6. Para anggota menderita
    Tapi dalam kenyataannya, para anggota menderita. Secara emosional, mereka habis-habisan; Secara fisik, mereka kelelahan; Secara finansial, mereka tidak bertumbuh (organisasi mungkin semakin kaya, dan sang Pemimpin mungkin makin kaya, tapi para anggotanya tidak); dan secara spiritual, mereka terhambat—karena kesetiaan tertinggi mereka bukan lagi kepada Tuhan tapi kepada Pemimpin mereka dan kepada Sistem.
  7. Yang menjadi prioritas untuk diajarkan kepada para anggota adalah sebagai berikut:



    • Melapor kepada Pemimpin setiap waktu
    • Jangan bertanya, jangan meragukan, jangan berpikir. (Inilah maksudnya melapor.)
    • Jangan pernah mengekspresikan perasaan kecuali perasaan-perasaan yang positif.
    • Jangan percaya orang luar. (Dengarkan saja pengajaran kami.)
    • Jangan melakukan apapun yang di luar tugasmu.
    • Kamu harus memberi uang atau yang lain
    • Jaga nama baik organisasi dengan cara apapun.
Yesus berkata, “Berhati-hatilah akan nabi palsu, yang datang mengenakan bulu domba, tapi sebenarnya adalah serigala-seeigala yang jahat.” Nabi palsu tidak melulu harus berupa pemimpin-pemimpin kepercayaan atau orang aneh yang menyebut dirinya Mesias. Ketika pemimpin mana pun—seorang pendeta, uskup, pastor—merampok orang-orang dari kemampuan mereka untuk berpikir, mengontrol mereka dengan menggunakan rasa bersalah dan takut, memanipulasi mereka untuk memperkuat kekuasaannya atau untuk memperkaya dirinya, dia adalah nabi palsu.

Ketika seorang Pemimpin menciptakan standar tepatnya sendiri dan memberi tahu orang bahwa kecuali mereka mengikutinya, mereka tidak akan masuk Kerajaan Surga, dia menutup pintu Surga untuk mereka. Tentang mereka, Yesus berkata,
“Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, kerena kamu menutup pintu-pintu Kerajaan Sorga di depan orang. Sebab kamu sendiri tidak masuk dan kamu merintangi mereka yang berusaha untuk masuk.” (Mat 23:13)


Tuhan, Seorang Wanita, dan Seekor Macan
Biar saya akhiri bab ini dengan sebuah cerita indah.

Suatu hari, seorang wanita muda pergi ke gunung Hermit mencari bantuan.

“Saya butuh sebuah ramuan untuk depresi suami saya,” tangisnya. “Dia pulang dari perang dan tidak mau berbicara kepada saya. Dia tidak mendengarkan saya. Saya coba memeluknya tapi dia menepis saya, Saya menghidangkan makanan untuknya dan dia mendorongnya lalu dengan marah meninggalkan ruangan. Dia lalu naik ke sebuah bukit dan hanya memandangi laut... Oh tuan yang baik, buatkanlah sebuah ramuan untuk saya supaya saya dapat memberikannya pada suami saya dan menyembuhkan depresinya!”

Sang Hermit menutup matanya dan berpikir untuk waktu yang lama. Setelah cukup lama, dia lalu berkata kepadanya, “Saya akan membuat sebuah ramuan spesial untuk suamimu. Tapi itu membutuhkan sebuah bahan spesial. Ambilkan saya sebuah kumis macan yang masih hidup.”

Wanita itu kaget. “Tuan? Saya tidak bisa mengambilnya...”

“Tapi jika kamu ingin suamimu sembuh, kamu akan melakukannya,” kata sang Hermit.

Wanita itu berlari pulang, menyiapkan semangkuk makanan, dan membawanya jauh ke dalam hutan—di mana seekor macan hidup di dalam gua. Dia menaruh mangkuk makanan itu di mulut gua macan tersebut dan memanggil si macan. “Macan, aku membawa makanan untukmu. Kemari dan makanlah!”

Tapi si macan tidak keluar.

Hari berikutnya, wanita ini datang lagi dengan semangkuk makanan dan memanggil si macan untuk makan. Tapi lagi-lagi si macan tidak keluar.

Dia terus melakukan ini setiap hari, dan macan semakin terbiasa dengan suaranya.

Setelah satu bulan, si macan mengintip dari mulut gua, tapi dia tetap tidak makan dari mangkuk makanan wanita itu.

Setelah dua bulan, si macan akhirnya meninggalkan guanya dan merasa aman melihat si wanita asing yang memberinya makanan.

Setelah tiga bulan, si macan akhirnya memakan makanan itu sementara si wanita memperhatikannya dari kejauhan.

Setelah empat bulan, si wanita dapat benar-benar duduk di samping si macan selama dia makan.

Setelah lima bulan, si wanita dapat melingkarkan tangannya ke sekeliling si macan selama dia makan. Dia sekarang seorang sahabat dan macan itu benar-benar nyaman bersamanya.
Setelah enam bulan, ketika si wanita memeluk si macan dan si macan beristirahat dengan nyaman di pangkuannya, wanita itu berbisik di telinganya, “Aku harap kamu tidak akan marah, tapi aku akan mengambil sesuatu darimu—untuk suamiku yang aku cintai.” Dia lalu mencabut satu kumisnya. Si macan bahkan tidak mengelak.

Setelah itu, wanita itu berlari kepada sang Hermit dan berkata,”Sekarang saya punya kumis macan yang masih hidup! Tolong buatkan ramuan untuk suami saya yang depresi dan pemarah...“

Sang Hermit mengambil kumis itu darinya dan membuangnya ke api di belakangnya.
“Tidaaaaaaak!” teriak wanita itu, “mengapa kau lakukan itu?”

“Kamu tidak butuh sebuah ramuan,” kata sang Hermit, “karena kamu lah ramuan untuk suamimu.”

“Saya tidak mengerti,” tanya si wanita.

“Mana yang lebih galak? Seekor macan atau seorang pria? Tentu seekor macan. Tapi selama enam bulan kamu belajar bagaimana cara menjinakkan kemarahannya. Kamu berhasil membawanya keluar dari guanya. Dengan kesabaran. Dengan perhatian. Dengan cinta. Sekarang saya mau kamu menggunakan semuanya itu dan bawa suamimu keluar dari guanya dan sembuhkan depresinya.”


Apa Kamu Tahu Perbedaan Antara Iman Beracun Dan Iman Sejati?
Saya membagikan kepadamu cerita ini karena saya percaya Tuhan seperti wanita itu.

Kitalah macan itu. Kita berada dalam kegelapan. Kita berada di dalam gua itu. Seperti wanita itu, Tuhan datang kepada kita dengan penuh kelembutan dan semangkuk makanan. Makanan itu adalah cinta-Nya. Makanan itu adalah anugrah-Nya.

Dia tidak akan memaksa kita untuk makan makanan-Nya. Dia tidak akan menggunakan kuasa-Nya, peraturan-Nya, otoritas-Nya atas kita. Sebaliknya, Dia akan menunggu, dengan sabar dan lembut, hingga kita belajar untuk percaya kepada-Nya. Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan—tahun demi tahun.

Ketika kita siap, Dia akan memberi kita makan.
Ketika kita siap, Dia akan melingkarkan tangan-Nya di sekeliling kita.
Itulah perbedaan antara Iman Beracun dan Iman Sejati.

Iman Beracun menggambarkan Tuhan sebagai seorang Hakim yang menghukum dan memaksa kita untuk mengikuti-Nya, menggunakan ancaman dan intimidasi. Iman Beracun menuntut para pengikut-Nya melakukan hal yang sama—menjatuhkan, menghakimi, dan mengintimidasi.

Iman Sejati amat berbeda. Dia menggambarkan Tuhan sebagai seorang wanita yang dengan sabar menanti si macan untuk meninggalkan guanya, supaya dia dapat memberinya makan dan memeluknya. Iman Sejati menuntut para pengikut-Nya melakukan hal yang sama—mencintai, mengampuni, berbagi, saling memperhatikan, saling memberkati, dan melayani.

Saya memilih Iman Sejati.
Iman Sejati menyembuhkan ketergantungan saya. Iman Beracun memperburuknya.
Pilihlah Iman Sejati.


Saya tetap sahabatmu,




Bo Sanchez
-translated by hiLda 2009-


NB:

  1. Judul original artikel karya Bo Sanchez: "Get Rid Of Toxic Faith". Untuk membacanya, silakan cari di kotak Google Custom Search di sebelah kanan.
  2. Download PDF-nya di sini. Bila kamu merasa diberkati, bagikanlah tulisan ini ke teman-temanmu. GBU alwayz... ^^




Bookmark and Share

2 komentar:

  1. nice article.. it's a blessing :)

    BalasHapus
  2. Thx God dhe kalo memberkati... ^^

    Tunggu lanjutannya ya, van... Hehehe... ^^

    BalasHapus

What do you think about this post?