01 September 2009

Cintai Pendosa dan Santo/Santa Di Dalam

Apa Kamu Ingin Menghilangkan Kebiasaan Burukmu yang Menghancurkan?
Cintai Dirimu Sendiri.
Bagian 3 dari 8 seri Bagaimana Menghilangkan Kebiasaan Buruk Sekarang!
by Bo Sanchez

Dapatkah kamu percaya?
Saya telah berkhotbah selama 27 tahun sekarang.

Dan dalam 15 tahun pertama pelayanan berkhotbah saya, dari 1979 hingga 1994, saya tidak pernah berkhotbah sekali pun tentang “cintai dirimu sendiri”. Jika kamu meragukan saya, lihatlah catatan khotbah saya dan kamu tidak akan menemukan apa pun tentang ide ini. Nada. Zero. Zilch. Zip. Mengapa?

Karena saya merasa bahwa mencintai diri sendiri adalah kata lain untuk mengatakan “keegoisan”. Jadi jika kamu memberi tahu saya bahwa suatu hari saya akan menulis sebuah artikel tentang mencintai diri sendiri, saya akan menyebutmu gila. “Fitnah!” akan saya katakan kepadamu dengan semangat dengusan seekor banteng.

Begitulah saya menginterpretasikan apa yang Yesus katakan dalam Alkitab, “Jika kamu ingin menjadi muridku, panggullah salibmu, sangkal dirimu, dan ikuti aku.” Karena Yesus ingin kita mati untuk diri kita sendiri, bagaimana mungkin saya memberi tahu orang untuk mencintai dirinya sendiri? Tidakkah itu adalah sungguh-sungguh kebalikan dari apa yang Yesus ingin kita lakukan?

Inilah kepercayaan saya dulu: DIRI SENDIRI adalah musuh dari TUHAN. Jadi mengapa mencintainya?

Jadi saya memberi tahu orang untuk melupakan kebutuhannya sendiri—bahkan kebutuhan mereka yang paling mendasar, sah, dan masuk akal. Karena jika Yesus memberikan hidup-Nya di kayu salib untuk kita, bagaimana bisa kita tidak melakukan sebaliknya?


Saya Mencoba Untuk Mencintai Tuhan—Tapi Saya Merasa Sengsara. Apa yang Salah?
Tapi sepanjang jalan, saya mengalami masalah.
Saya mencoba untuk mencintai Tuhan, tapi seoah-olah saya menabrak tembok bata. Saya gagal dan saya tidak bisa mengerti mengapa saya merasa sangat sengsara. Saya akan memberikan segala-galanya untuk Dia, jadi mengapa saya merasa kosong dan terasingkan?
Dan inilah masalah saya yang lebih besar: Mengapa saya masih diperbudak oleh berbagai macam ketergantungan tersembunyi?

Sepanjang jalan, saya juga bertemu dengan banyak orang baik seperti diri saya sendiri. Orang-orang baik, luar biasa, spiritual yang ingin megikuti Tuhan. Tapi mereka juga terlalu terperosok dalam ketergantungan yang membuat mereka hancur.

Apakah kehidupan Kristiani.... seburuk ini?
Apa yang salah dengan kita?
Lalu ada “kunjungan Tuhan” spesial untuk saya.

Saat-saat supernatural dalam doa yang membuat saya terpana. Ini adalah saat-saat di mana saya merasa Tuhan merasuk dalam sistem kepercayaan saya—di mana Dia akan hanya mencintai saya. Tidak ada jika, tidak ada tapi, tidak ada persyaratan. Dia akan mencintai saya apa adanya, di mana adanya. Saya akan merasa sangat dicintai, saya tidak dapat memahaminya.
Dan yang menakutkan saya, soelah-olah Dia mengundang saya untuk mencintai diri saya sebaik adanya, apa adanya, di mana adanya. Tentu saja, saya tidak dapat memahaminya. Itu benar-benar bertolak belakang dengan teologi legal saya yang kaku, maka saya akan “membuang” suara hati itu. Bukankah saya itu musuh? Bukankah saya pendosa yang perlu ditertibkan, dan dihukum? Apa itu pemikiran “cintai saja diriku apa adanya, di mana adanya”?
Penyimpangan!

Tapi seiring berjalannya tahun, saya mulai mengerti.
Butuh 10 tahun kemudian—dari 1990 hingga 2000—untuk penyembuhan ini terjadi...

Menyangkal Diri Sendiri? Tidak Ada DIRI SENDIRI Untuk Disangkal!
Pelan-pelan, saya mulai mengerti mengapa saya tidak dapat mencintai Tuhan.
Bagaimana mungkin saya dapat menyangkal diri saya sendiri jika saya tidak memiliki DIRI SENDIRI?

Bagaimana mungkin saya mati untuk diri saya sendiri jika tidak ada yang hidup dalam diri saya?
Bagaimana mungkin saya berserah jika tidak ada yang dapat diserahkan?

Biar saya jelaskan: Jauh di dalam, saya hancur. Saya tidak pernah menghargai diri saya sendiri. Saya tidak pernah merasa baik tentang diri saya sendiri. Saya dipenuhi rasa malu. Maka untuk menutupi rasa malu saya, saya mencoba untuk menjadi baik. Untuk mengisi kebutuhan cinta saya, saya mencoba untuk mencintai Tuhan. Tapi semakin saya mencoba, semakin saya merasa kosong...

Sekarang, saya sadar bahwa saya tidak akan pernah bisa memberi apa yang tidak saya miliki.
Saya tidak dapat mencintai Tuhan—atau orang lain untuk masalah itu—jika saya tidak terlebih dahulu mencintai SAYA.

Ayat favorit saya dalam Alkitab? Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita (1 Yoh 4:19). Itu sangat benar! Satu-satunya cara agar saya dapat mencintai Tuhan adalah jika saya menerima cinta-Nya untuk saya. Dan cinta-Nya yang begitu kuat lah yang akan mengubah saya. Hanya dengan itu saya dapat mencintai-Nya.
Ini pelajaran yang saya dapat dari Yudas Iskariot.

Mengapa Kita Tidak Berdoa Kepada St. Yudas Isakriot?
Apa kamu pernah mempertanyakan pertanyaan ini?
Mungkin tidak.
Karena dalam pikiranmu, kamu menerima saja bahwa Yudas membusuk di Neraka.
Karena dia mengkhianati Yesus.
Saya mengharapkan yang lain.

Apakah Yudas membusuk di Neraka atau tidak adalah pertanyaan yang tidak berani saya jawab. Tapi saya memiliki sebuah jawaban untuk mengapa orang Katolik tidak berdoa kepada St. Yudas Iskariot. Tidak, itu bukan karena dia mengkhianati Yesus.

Karena jika kamu membuka Alkitab-mu, kamu sadar bahwa buku itu terisi penuh dengan pengkhianat dan pembunuh dan pezinah dan pembohong dan penipu... Alasan mengapa orang Katolik tidak berdoa kepada seorang St. Yudas Iskariot adalah sederhana: Karena Yudas tidak membiarkan Tuhan untuk mencintainya. (Ngomong-ngomong, saya tidak membagikan kepadamu sesuatu yang saya ambil dari Katekismus atau dari sebuah doktrin. Ini hanyalah kepercayaan saya sendiri yang kuat.)

Itu adalah pesan tepat dari cerita penyangkalan Petrus. Dia menyangkal Yesus juga (dan tiga kali melakukannya!), tapi malah berakhir menjadi Paus pertama. Mengapa?
Karena Petrus mencintai pendosa dan santo di dalam. Dia menyesal, mengampuni dirinya sendiri, dan kembali kepada Tuhan.

Yudas tidak. Sebaliknya, dia membunuh dirinya. Alkitab mengatakan, Maka Yudas melemparkan uang perak itu kedalam Bait Suci, lalu pergi dari situ dan menggantung diri (Mat 27:5).

Yudas tidak menjadi santo bukan karena dia mengkhianati Yesus.
Yudas tidak menjadi santo karena dia tidak belajar untuk menerima cinta Tuhan.
Jadi, dia tidak pernah belajar bagaimana mencintai dirinya sendiri.

Apakah Kamu Membunuh Dirimu Sendiri?
Dalam artikel saya yang terakhir, saya berkata, Jangan berfokus pada ketergantunganmu.
Karena jika kamu berfokus pada ketergantunganmu, kamu akan berakhir dalam keputusasaan. Dan keputusasaan adalah akhir jalan.

Seperti Yudas, banyak orang melakukan beberapa tindak bunuh diri. Mereka mungkin tidak membunuh diri mereka secara fisik, tapi dalam keputusasaan mereka, mereka membunuh mimpi mereka, atau mereka membunuh relasi mereka, atau mereka membunuh berkat-berkat yang Tuhan ingin berikan pada mereka.

Kamu perlu mengetahui ketergantunganmu (jangan menyangkalnya), tapi kamu tidak perlu bermeditasi untuk itu. Matamu seharusnya tetap memandang cinta Tuhan untukmu.
Fokus pada mimpi Tuhan untukmu.

Dan kamu dapat melakukan itu jika kamu mencintai dirimu sendiri.
Mencintai dirimu sendiri berarti mencintai pendosa dan santo/santa di dalammu.
Kamu adalah campuran dari baik dan jahat, dan kamu perlu mencintai campuran itu.

Kecuali Kamu Mencintai Dirimu Sendiri, Kamu Melompat Dari Satu Ketergantungan Tersembunyi Ke Ketergantungan Yang Lain
Kecuali ini terjadi, ketergantunganmu tidak akan pernah pergi.
Saat kita tidak mencintai diri kita sendiri, Bejana Cinta kita membangkitkan emosi yang menyakitkan. Jadi kita dapat menghentikan satu ketergantungan hanya untuk menggantikannya dengan yang lain, mungkin sebuah ketergantungan lain yang lebih tersembunyi lagi. Saya tahu seorang mantan peminum dan perokok yang, setelah membuang sifat-sifat buruk ini, menggantikannya dengan ketergantungan lain yang lebih dapat diterima, seperti gila kerja dan pengesahan religius, atau kecanduan makan atau kecanduan TV.
Jika kamu ingin menghilangkan kebiasaan buruk yang merusak, kamu perlu mencintai dirimu sendiri.

Bagaimana kamu mencintai dirimu sendiri?
Bagaimana kamu mencintai santo/santa dan pendosa di dalam?
Biar saya bagikan kepadamu empat cara hebat untuk mencintai dirimu sendiri yang akan mengubah hidupmu selamanya:

  1. Ampuni dirimu sendiri
  2. Terima kelemahanmu
  3. Rasakan perasaaanmu
  4. Percayai kebutuhanmu
Biar saya jelaskan semua ini kepadamu satu per satu...

1. Ampuni Dirimu Sendiri
Selama bertahun-tahun, saya jatuh dalam dosa kebiasaan seksual. Dan saat saya melakukannya, saya mengalami masa-masa yang sulit untuk percaya Tuhan akan tetap mengampuni saya. Saya dipenuhi dengan kejijikan. Saya amat jenuh dengan dosa saya, saya kira Dia juga jenuh terus menerus mengampuni saya.

Tetapi setiap kali saya berdoa, sesuatu dalam diri saya akan berkata, “Tuhan tidak seperti itu.” Dan jauh di dalam hati saya, saya akan mendengar suara-Nya berkata, “Bo, tidak ada yang kau lakukan yang dapat mengurangi cinta-Ku padamu.”

Kata-kata ini membara di dalam saya. Saya mencari dalam Alkitab dan menemukan kata-kata ini... dan menuntutnya untuk diri saya.


Sebab Aku akan mengampuni kesalahan mereka dan tidak lagi mengingat dosa mereka. (Yer 31:34)


Aku, Akulah Dia yang menghapus dosa pemberontakanmu oleh karena Aku sendiri, dan Aku tidak mengingat-ingat dosamu. (Yes 43:25)


Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan. (1 Yoh 1:9)


Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus. (Rom 8:1)

Pada akhirnya, cinta yang luar biasa inilah yang menyembuhkan saya dari ketergantungan saya.

Dapatkah Kamu Se-Pemaaf Itu Kepada Dirimu Sendiri?
Dalam sebuah pertemuan besar, seorang wanita muda datang kepada saya dan bertanya, “Dapatkah kamu mendengarkan pengakuan saya?” Saya menggelengkan kepala saya, “Saya minta maaf, saya bukan pastor.” Tapi saya melihat keputusasaan dalam matanya saat dia memberi tahu saya, “Tapi saya tetap bisa mengakui dosa-dosa saya kepadamu?”

“Saya dapat mendengarkanmu, berdoa untukmu, tapi saya tidak dapat menghapuskan dosa-dosamu,” kata saya.

Dia berkata, “Tidak apa-apa. Saya hanya butuh seseorang untuk berbicara kepada saya...” Kami berjalan ke pojok aula dan dia mencurahkan isi hatinya pada saya, membagikan rasa bersalahnya kepada saya. Saat dia melakukannya, saya merasakan sebuah desakan dari Tuhan untuk memberi tahunya, “Temanku, Tuhan mencintaimu lebih dari yang dapat kamu bayangkan,” dan dia mulai menangis hampir tidak terkontrol.

Dia berkata, “Bo, saya tahu Tuhan mencintai saya. Tapi saya tidak mencintai diri saya sendiri. Saya tahu Tuhan mengampuni saya. Tapi saya tidak bisa mengampuni diri saya sendiri atas apa yang telah saya lakukan.”

Bertahun-tahun, saya bertemu banyak orang seperti dia yang telah meminta pengampunan Tuhan, tapi nampaknya tidak bisa mengampuni dirinya sendiri. Bahkan jika Alkitab berkata, Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati (Luk 6:36), sungguh aneh bagaimana manusia tidak mengampuni diri mereka sendiri.

Jadi saya memberi tahunya, “Maka kamu sangat bangga akan dosamu.”
Dia membelalakan matanya, jelas-jelas terkejut.
“Apa yang kau katakan sekali lagi?” tanyanya.

Apa Kamu Bangga Akan Dosamu?
Saya memberi tahunya, “Kamu jatuh dalam kesombongan 3 kali. Pertama, kamu sepertinya berpikir bahwa dosamu lebih besar daripada cinta Tuhan untukmu. Itu kesombongan. Teman, cinta Tuhan lebih besar dari dosamu...”

“Dan kedua, kamu sepertinya berpikir bahwa standar moralmu lebih tinggi daripada standar moral Tuhan. Itu kesombongan. Biarkan Dia mencintaimu dalam kehancuranmu. Dan izinkan dirimu untuk mencintai KAMU. Dan ketiga....

“Apa aku mendengarnya dengan benar? Izinkan diri saya untuk mencintai saya?”
Saya tahu kata-kata itu baru untuknya.
“Ya! Dan ketiga, selama ini, kamu berfokus pada dosamu. Apakah saya benar?”
Dia mengangguk.

“Kamu pikir Tuhan mau kamu bersedih dan berkubang dalam perasaan bersalah? Kamu salah. Saat kamu berfokus pada dosamu, kamu tidak berfokus pada Tuhan. Fokus pada Tuhan. Fokus pada cinta Tuhan untukmu. Atau kamu akan jatuh dalam keputusasaan.” Saya mulai berpikir tentang Yudas dan bagaimana keputusasaan membunuhnya.

Alkitab berkata Kecongkakan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan (Ams 16:18).

Bagaimana kita jatuh? Biar saya jabarkan...

Apa yang Terjadi Jika Kamu Tidak Mengampuni Dirimu Sendiri
Jika kamu tidak mengampuni dirimu sendiri, kamu mungkin mendapat masalah-masalah ini...

  • Kamu akan memiliki perasaan bersalah yang tidak terselesaikan di dalammu
  • Kamu akan terus mengingat kegagalan di masa lalu
  • Kamu akan menjadi pesimis dan negatif, atau bahkan menderita depresi kronis
  • Kamu akan membalas dendam pada dirimu sendiri pada waktu-waktu yang lain
  • Kamu akan menunjukkan kelakuan yang menghancurkan dirimu sendiri>
  • Kamu akan tidak menghargai dirimu sendiri
  • Kamu akan tidak peduli pada dirimu sendiri dan kebutuhanmu
  • Kamu akan menjadi defensif dan menjauhi orang lain
  • Kamu akan dikontrol oleh ketakutanmu akan kegagalan dan penolakan
  • Kamu akan kehilangan emosi di mana sedikit atau tidak ada emosi sama sekali yang kamu tunjukkan
  • Kamu akan curiga tentang motif orang lain saat mereka menerimamu
  • Kamu akan mengalami permusuhan yang kronis, sarkasme, dan sinisme
  • Ini adalah hidup yang menyedihkan!
Buat keputusan sekarang untuk mengampuni dirimu sendiri sekarang.

Sebelum Yang Lain, Bedakan: Apakah Mereka Dosa Sungguhan Atau Dosa Buatan
Bahkan sebelum kita mengampuni diri kita—atau bahkan meminta pengampunan dari Tuhan—jawab satu pertanyaan. Apakah kamu sungguh telah berdosa terhadap Tuhan? Atau apakah kamu hanya tidak dapat memenuhi standar orang lain?

Terkadang, kita dapat membuat diri kita merasa bersalah dalam waktu yang lama dengan membuat banyak peraturan yang tidak pernah Tuhan ingin kita buat.

Sebagai contoh, pada tahun 1980, saya biasanya mengajar anggota komunitas saya aturan spiritual ini: Berdoa satu jam setiap hari, membaca Alkitab satu jam setiap hari, dan membaca buku spritual lainnya satu jam setiap hari—totalnya 3 jam sehari. Saya juga menyemangati mereka untuk pergi ke Misa harian, Rosario harian, dan datang satu jam sebelum Sakramen Ekaristi. Saya masih seorang remaja muda saat itu, dan saya tentu saja dapat melakukan semuanya itu, tapi saya kaget pada kenyataan bahwa anggota saya memiliki pekerjaan dan anak-anak untuk diurus. Wow, saya mengikutsertakan mereka semua dalam perjalanan rasa bersalah dalam waktu yang lama! (Ampuni saya, Tuhan.) Tidak ada satu pun dari mereka dapat memenuhi standar saya. Tapi peraturan-peraturan yang saya buat itu hanyalah milik saya, bukan peraturan Tuhan. (Para pemimpin perlu berhati-hati agar tidak membuat orang putus asa, atau kita merampok sukacita kehidupan mereka bersama Tuhan.)

Saya juga ingat seorang wanita yang merasa bersalah karena mengecewakan suaminya lagi dan lagi. Dai akan terus-menerus meminta maaf kepada Tuhan karena menjadi istri yang buruk. Tapi saat dia mendeskripsikan suaminya pada saya, saya langsung tahu bahwa dialah masalahnya. Dia ingin pakaiannya disetrika dengan cara tertentu, telurnya dimasak dengan cara tertentu, korannya diletakkan di atas meja setiap pagi dengan cara tertentu. Dan jika istrinya tidak melakukannya dengan cara tertentu itu, dia melabeli-nya sebagai istri yang mengecewakan. Tidak benar! Saya memberi tahunya bahwa dia tidak berdosa apapun dan tidak ada yang perlu dimintai pengampunan dari Tuhan.

Tapi jika kita telah benar-benar berdosa kepada Tuhan, maka mari kita mengambil dua langkah berikutnya...

Ampuni Dirimu Sekarang!
Mari berdoa.
Letakkan tanganmu di atas dadamu.

Langkah #1: Minta Pengampunan Dari Tuhan
Tuhan, ampuni saya sekarang, dalam nama Yesus. Ampuni saya atas segala dosa dan kegagalan saya. Saya percaya Engkau mencintai saya. Saya percaya bahwa cinta-Mu lebih besar daripada dosa-dosa dan kegagagalan-kegagalan saya. Hari ini, saya menerima pengampunan-Mu. Terima kasih karena cinta-Mu pada saya!

Langkah #2: Ampuni dirimu
Hari ini, saya membuat sebuah keputusan untuk mengampuni SAYA. Saya tahu Tuhan telah mengampuni saya. Saya tidak harus menjadi sempurna agar saya mencintai SAYA. Saya adalah seseorang yang sangat baik karena Tuhan menciptakan saya sangat baik. Karena Tuhan mencintai saya, maka saya juga mencintai SAYA. Saya tidak lagi perlu menyalahkan saya. Saya telah diampuni oleh Tuhan, dan saya mengampuni SAYA, dalam nama Yesus. Amin.

Mari sekarang bergerak ke langkah kedua untuk mencintai dirimu sendiri...

2. Terima Kelemahan-Kelemahanmu
Apa perbedaan antara mengampuni dirimu sendiri dan menerima kelemahan-kelemahanmu?
Jawab: Kita hanya mengampuni diri kita atas dosa kita. Kita tidak mengampuni diri kita karena menjadi lemah. Karena menjadi lemah bukanlah dosa. Itu adalah bagian dari menjadi seorang manusia.

Biar saya berikan sebuah analogi. Saya kenal beberapa orang tua yang memarahi (catatan: meneriaki) anak-anak mereka karena berisik dan suka bermain-main. Pada saat-saat seperti ini, saya rasanya ingin menyela dan berkata, “Ibu, dengarkanlah dirimu. Kamu sebenarnya marah pada mereka karena menjadi anak-anak?”

Itulah yang kita lakukan pada diri kita sendiri juga. Karena kita adalah kritikan-kritikan kita yang paling keras.

Jika kamu mau mencintai dirimu, kamu perlu merayakan siapa dirimu—kekuatanmu dan kelemahanmu dikombinasi. Terutama kelemahanmu!

Tembak Kakatua Dalam-mu
Biar saya ceritakan sebuah kisah.
Dalam perjalanan pulang ke rumah, seorang wanita berjalan di trotoar. Dia melihat seekor kakatua di sebuah jendala toko hewan peliharaan. Saat melihatnya, kakatua itu berkata, “Nyonya, kamu sangat jelek!”

Terkejut, wanita itu berjalan dengan kesal.

Hari berikutnya, dia berjalan lagi di jalan yang sama. Dia melihat lagi kakatua itu mengamatinya di balik jendela toko. Dan tentu saja, saat kakatua itu melihatnya, dia berkata, “Nyonya, kamu sangat jelek!”

Wanita itu tidak tahan lagi. Dia bergegas masuk ke dalam toko dan memberi tahu pemiliknya, “Burungmu di luar mengatai saya jelek. Sebaiknya kau lakukan sesuatu kepada kakatua itu. Jika saya berjalan di sini lagi besok, dan burung itu mengatakan hal yang sama tentang saya, saya akan menuntutmu!”

Pemilik toko itu amat menyesal dan berkata, “Itu tidak akan terjadi lagi, Nyonya.”
Hari berikutnya, dia berjalan pulang ke rumah melewati jalan yang sama. Sekali lagi, dia melihat kakatua itu, dan kakatua itu melihatnya. Dia berhenti dan dengan pandangan dingin bertanya, “Ya?”

Burung itu, bergoyang ke depan dan ke belakang, berkata, “Kamu tahu.”

Kamu tidak Perlu Menjadi Sempurna Untuk Mencintai Dirimu Sendiri
Teman, banyak dari kita memiliki seekor kakatua di dalam diri kita yang berkata, “Kamu jelek.” Kita memiliki seekor kakatua dalam diri kita yang kita bawa ke mana-mana, kejam dan kasar. Kita sebenarnya tidak membutuhkan iblis lagi untuk menuduh dan mengutuk kita ke Neraka. Karena kita melakukannya sendiri.

Perasaan-perasaan malu ini membawa kita kepada ketergantungan kita.
Teman, tembak kakatua di dalammu. (Lebih baik lagi, goreng mereka dengan minyak olive, sedikit bawang putih, dan cabe.)

Mulailah beri tahu dirimu kebenarannya: Bahwa kamu adalah anak Tuhan dan indah tak terlukiskan. Dan bahwa Tuhan akan menggunakan bahkan kelemahan terburukmu.
Ingat: Kamu tidak perlu menjadi sempurna untuk dicintai.

Kelemahanmu Adalah Anugrah
Dalam Alkitab, St. Paulus membual tentang “Duri dalam daging”-nya.
Itu adalah kelemahannya. Orang-orang yang belajar Alkitab tidak tahu apakah itu, tapi inilah beberapa tebakan pintar:

  • godaan
  • penganiayaan
  • nafsu seksual
  • penampilan fisik
  • epilepsi
  • masalah penglihatan
  • demam malaria kronis
Tapi apapun itu, tentang kelemahannya, dia mengatakan kata-kata abadi dan mengejutkan pikiran ini. “Tentang hal itu aku sudah tiga kali berseru kepada Tuhan, supaya utusan iblis itu mundur dari padaku. Tetapi jawab Tuhan kepadaku: 'Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna'” (2 Kor 12:8-9)

Bagaimana bisa kelemahanmu menjadi anugrah?

Kelemahan-Kelemahanmu Memberkatimu Dalam 3 Cara Hebat
Pertama, kelemahan-kelemahanku menjadikanku rendah hati. Itu membuatku bergantung pada Tuhan lebih lagi. Dan aku melihat bagaimana Dia menggunakanku dengan luar biasa di samping semua kelemahanku! Itulah mengapa Alkitab berkata, Dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat (1 Kor 1:27).

Kedua, kelemahan-kelemahan saya membuat saya lebih mengampuni orang lain. Saya percaya bahwa seseorang yang mudah menghakimi orang lain belum menerima kelemahannya sendiri. Jika sudah, dia tidak akan menjadi orang yang suka menghakimi. Tapi karena belum, dia memproyeksikan kemarahan dirinya sendiri kepada orang lain.

Ketiga, kelemahan-kelemahan saya mengikat saya dengan orang lain dalam suatu cara yang tidak bisa dilakukan yang lain. Saat saya membagikan cerita masa lalu saya dan ketergantungan saya kepada orang lain, saya meluruhkan pertahanan saya dan membuka diri saya kepadanya. Dengan cara ini, saya juga mengizinkan orang itu untuk meluruhkan pertahanannya juga.
Teman, bersyukurlah kepada Tuhan atas kelemahan-kelemahanmu, perjuangan-perjuanganmu, dan masalah-masalahmu.

Itu semua adalah anugrah yang luar biasa yang akan memberkatimu dan orang lain.
Mari sekarang kita melanjutkan ke cara ketiga untuk mencintai dirimu sendiri.

3. Rasakan Perasaaanmu
Dulu, saya tidak merasakan perasaan saya. Saya tidak menghiraukannya. Jika perasaan itu mulai menguat, saya menghindarinya.

Bagi saya, semua hasrat adalah dosa. Dan semua emosi hanyalah bagian dari “daging”, bukan “roh”. Perasaan-perasaan adalah musuh Tuhan. Kesimpulannya, mereka merupakan hal-hal yang mengganggu yang mengalihkan saya dari melakukan kehendak Tuhan.
Tidak heran saya sangat rusak di dalam!

Karena saat kita tidak merasakan perasaan kita, kita memperlakukan diri kita sendiri dengan tidak hormat!

Saya bertingkah amat kasar kepada diri saya.

Bejana Cinta saya kosong karena saya tidak cukup mencintai diri saya sendiri untuk hanya mendengarkan perasaan-perasaan saya. Ingat: Perasaan adalah jendela jiwa. Saat saya tidak merasakan perasaan-perasaan saya, saya tidak tahu apa yang terjadi di dalam saya.
Lagi-lagi, diri sendiri adalah musuh Tuhan, jadi mengapa peduli?
Fokus saja pada Firman Tuhan, dan viola, segalanya akan terpecahkan, bukan?
Betapa salahnya saya.

Karena Tuhan berbicara kepada saya lewat emosi saya yang paling negatif, dan saya tidak mendengarkan.

Ketahui Perasaanmu; Dan Ketahui Sumber Perasaaanmu
Terkadang, saya bahkan tidak dapat mengetahui apa yang saya rasakan.
Saya hanya tahu itu adalah sebuah perasaan yang tidak enak—itulah sebabnya saya menjauhinya.

Saya tidak tahu bila itu adalah kesedihan atau ketakutan atau kehawatiran atau kemarahan.
Tapi saat saya lari dari perasaan buruk saya, saya lari dari diri saya sendiri.
Sekarang, saya tahu apa yang harus dilakukan.

Saya duduk, diam sebentar, dan mencari tahu apa yang saya rasakan. Saya tidak hanya kasak-kusuk dalam hari-hari sibuk saya.

Saat saya mengetahuinya, maka saya merasakan perasaan itu. Saya merasakannya di hadapan Hadirat Tuhan.

Saya juga mencoba untuk mengetahui sumber perasaan-perasaan ini.
Mengapa saya merasa seperti ini?
Apakah ada tindakan yang harus saya lakukan?
Terkadang, hanya langkah awal dari “merasakan perasaan saya” saja yang dibutuhkan. Saya tidak perlu melakukan yang lain lagi.

Dengan merasakan apa yang saya rasa, saya menghargai diri saya.
Dengan merasakan apa yang saya rasa, saya memulihkan diri saya.
Mungkin butuh waktu agar perasaan yang menyakitkan itu berlalu, tapi pada akhirnya, saya bangkit dari situ utuh dan penuh kedamaian.

Terkadang, saya harus melakukan yang lain. Mungkin saya perlu berserah pada Tuhan. Mungkin saya perlu melakukan sesuatu yang nyata, seperti berbiacara pada seseorang atau menyelesaikan masalah.

Pada Akhirnya, Kamu Tetap Melakukan Apa yang Tuhan Ingin Kamu Lakukan
Tidak, saya tidak seharusnya mengikuti perasaan saya dengan buta.
Itu berasal dari seorang gila yang berkhotbah, “Lakukan apa yang kau rasakan. Jika kamu merasa ingin memukul seseorang, maka pukullah bantal atau tembok. Jika kamu merasa ingin berteriak, maka pergilah ke dalam kamarmu dan berteriaklah sekeras-kerasnya. Jika kamu mau mabuk, maka minum...” Jangan ikuti strategi itu.

Saya tidak berkata, “Lakukan apa yang kamu rasakan.” Saya berkata, “Rasakan apa yang kamu rasa.”

Saat kamu merasakan perasaanmu di hadapan Hadirat cinta Tuhan, akhirnya. kamu tetap melakukan apa yang Tuhan ingin kamu lakukan. Tapi kamu mengizinkan dirimu merasakan perasaanmu yang menyakitkan, untuk mengesahkannya, dan untuk mendengarkan pesan di dalamnya.

Ini adalah langkah yang sangat penting untuk mencintai dirimu sendiri.

Ingat apa yang saya katakan tentang akibat langsung dari ketergantungan kita? Karena kita ingin melarikan diri dari emosi-emosi yang menyakitkan. Tapi dengan memasuki perasaan-perasaan menyakitkan dengan keberanian, kita menyadari bahwa mereka tidak se-menakutkan itu. Setelah beberapa saat, kita tidak lagi membutuhkan ketergantungan-ketergantungan kita. Karena kita tidak lagi perlu jalan untuk melarikan diri dari emosi-emosi kita yang menyakitkan.
Akhirnya, kita sampai pada langkah keempat untuk mencintai diri kita.

4. Percayai Kebutuhanmu
Saya tidak tahu bagaimana dengan kamu, tapi saya telah diajari oleh merk agama saya untuk tidak mempercayai perasaan saya—dan untuk tidak mempercayai kebutuhan saya juga. Karena saya menggambarkan hasrat-hasrat saya lebih tepatnya dari daging, bukan dari roh.
Pesan yang saya terima adalah ini: “Takuti dirimu. Takuti hasratmu. Takuti keegoisanmu. Jangan percayai dirimu. Sebaliknya, percaya Tuhan. Percaya kelompokmu. Percaya pemimpinmu. Percaya sistem...” (Inilah alasan mengapa terdapat banyak sekali penindasan spiritual yang terjadi dalam kelompok religius.)
Oh, betapa hal yang mengerikan untuk dipercaya!
Pendeta, pengkhotbah, dan pastor suka menekankan pesan ini: “Jangan percaya dirimu!” Secara langsung atau tidak langsung, mereka akan meminta anggota mereka untuk secara mudah percaya pada kebijaksanaan dan keputusan pemimpin mereka. Tanpa diduga, mereka menghasilkan orang-orang yang menjadi bayi dalam pertumbuhan emosi dan spiritual mereka.
Bukannya kebebasan, kepercayaan membelenggu kita kepada ketidak-dewasaan. (Tuhan memanggil kita untuk menjadi seperti anak-anak, bukan kekanak-kanakan.)


Tuhan Mempercayaimu—Kapan Kamu Akan Mempercayaimu?

Sebaliknya, kita perlu mendengar sebuah pesan baru.
Pesan apa? Bahwa kamu dibuat serupa gambaran Tuhan. Bahwa kamu bukan hanya baik. Kamu sangat baik! Jadi percayai dirimu sendiri karena Tuhan mempercayaimu. Dia mempercayaimu dengan memanggilmu anak-Nya. Dia mempercayaimu dengan membangun Kerajaan-Nya di dalammu. Dia mempercayaimu dengan tinggal di dalammu. Dia mempercayaimu dengan memberimu jabatan untuk menjadi kehadiran-Nya di dunia ini. Dia mempercayaimu untuk mencintai seperti Dia mencintai. Wow! (Percayalah, saat saya berdoa, saat saya membaca Alkitab, saat saya mendengar suara Tuhan di kedalaman hati saya, saya berkata, “Wow!” berkali-kali.)
Dan satu cara untuk mempercayai dirimu adalah dengan mempercayai kebutuhanmu.
Bukan kebutuhan dosamu. (Itu yang perlu kamu sangkal.) Tapi kebutuhan yang sah, valid, dan Tuhan tanam di dalammu.
Penuhi kebutuhan itu. Bahkan kebutuhanmu untuk bersuka cita.
Beberapa orang melihat semua kesenangan sebagai sesuatu yang buruk. Moto tidak tertulis mereka: “Jika rasanya menyenangkan, itu pasti buruk.” Itu tidak benar.
Saya percaya hidup diberikan oleh Tuhan untuk dinikmati semaksimal mungkin. Untuk dinikmati dengan kesenangan. Jadi rasakanlah. Hiruplah. Bersukacitalah. Menarilah. Menyanyilah. Hiduplah!
Saat kita menikmati hidup, kita membiarkan orang lain menikmatinya juga. (Pernah bertanya mengapa beberapa orang religius begitu mandeg, sehingga mereka tidak membiarkan siapapun menikmati hidup?)
Cintai dirimu sendiri!

Apa Yang Mengeringkanmu? Hilangkan Itu Jika Kamu Bisa
Saya tidak bermaksud untuk menulis daftar lengkap tentang bagaimana kamu perlu merawat dirimu sendiri. (Saya akan melakukannya dalam artikel yang lain.)
Tapi inilah pertanyaan yang saya ingin kamu tanyakan pada dirimu: Apa yang mengeringkanmu?
Orang, benda, aktivitas, kelompok, kebiasaan, situasi, dan tempat apa dalam hidupmu yang mengeringkan sukacitamu dan hidupmu dan tenagamu dan kesucianmu? Apa yang menyedot kebahagiaanmu?
Jika kamu bisa menghilangkan hal yang mengeringkan itu, lakukanlah!
Dengan melakukannya, kamu akan tumbuh dan memiliki lebih banyak kehidupan dan tenaga untuk hal-hal yang tepat yang Tuhan ingin kamu lakukan.
Dengan kata lain, saya memintamu untuk menetapkan batasanmu.
Biar saya urutkan hal-hal yang mungkin “mengeringkan” dalam hidupmu...

  1. Rawatlah kesehatan emosimu
  2. Saya menghabiskan banyak waktu dengan “vampir-vampir emosional”—orang-orang yang sangat tergantung pada saya, atau mereka yang sangat negatif, atau mereka yang memanipulasi saya secara emosional...
    • Saya masih tergantung pada relasi romantis yang buntu
    • Saya tidak punya teman dekat
    • Saya terlalu banyak nonton TV
    • Saya tidak punya waktu untuk hanya berisitrahat dan berefleksi, untuk membaca dan membuat rencana
  3. Rawatlah kehidupan keluargamu
    • Relasi saya dengan pasangan hidup dan anak-anak saya dangkal
    • Saya memiliki konflik yang panjang dengan anggota keluarga saya
    • Suasana rumah saya kacau
    • Saya merasa saya bukan ibu (ayah, anak...) yang baik
  4. Rawatlah kehidupan profesionalmu
    • Saya tidak menikmati pekerjaan saya
    • Saya rasa saya tidak memenuhi misi pekerjaan saya
    • Saya rasa karunia utama saya dapat digunakan di tempat lain
    • Saya tidak dapat lagi bekerja dengan partner saya
    • Saya tidak melihat masa depan dalam karir saya
  5. Rawatlah kesehatan fisikmu
    • Saya tidak makan makanan yang tepat
    • Saya tidak tidur cukup
    • Saya tidak cukup berolah raga
    • Saya memiliki kebiasaan buruk yang merampok kesehatan saya
  6. Rawatlah kesehatan finansialmu
    • Saya membiarkan “parasit” bergantung pada saya bukannya membiarkan mereka berdiri sendiri
    • Saya memiliki hutang yang besar
    • Saya terlambat membayar tagihan saya
    • Saya tidak tahu ke mana uang saya pergi setiap bulannya
    • Saya tidak memiliki tabungan dan rencana investasi
    • Saya tahu saya tidak akan memiliki cukup untuk pensiun dan hari tua saya
  7. Rawatlah kesehatan spiritualmu
    • Saya terikat pada ketergantungan yang mengeringkan saya secara spiritual
    • Saya berfokus pada dosa saya, bukan pada cinta Tuhan pada saya
    • Saya tidak menghabiskan waktu dengan Tuhan
    • Saya kekurangan teman-teman komunitas beriman untuk mendukung saya
    • Saya rasa saya tidak mengikuti petunjuk moral saya sendiri
    • Saya rasa saya tidak melayani Tuhan dan sesama
Jika kamu mencentang hal apa pun yang ada di atas, lakukanlah sesuatu!
Minta bantuan.
Tapi jangan terpuruk pada poin yang sudah tidak bisa diapa-apakan lagi.

Cintai Pendosa Dan Santo/Santa Di Dalam
Kita tergoda untuk hanya melihat pendosa dalam diri kita.
Ingatkan dirimu bahwa ada seorang santo/santa di dalammu juga.

Juli yang lalu, saya menghadiri beberapa pesta ulang tahun bersama teman-teman dekat saya. Sudah menjadi tradisi bahwa kami merayakan orang yang berulang tahun—jadi saat itulah giliran saya untuk duduk di kursi panas. Saya harus jujur padamu. Rasanya mengerikan untuk dirayakan oleh teman-teman selama satu jam—tapi setelah beberapa saat, saya merasa Bejana Cinta saya dipenuhi.

Sebagai contoh, seorang teman ingat bagaimana saya membantunya di saat dia membutuhkan. (O ya? Benarkah?) Teman yang lain bercerita bagaimana dia tersentuh oleh belas kasih saya. Teman yang lain menghormati saya karena betapa saya selalu berada di sampingnya bahkan saat semua orang lain menolaknya.

Saya berharap kamera Preacher In Blue Jeans menyala! Sayangnya tidak. Tidak, bukan supaya kamu dapat mendengar penghormatan mereka. Tapi supaya saya dapat membalas mereka dan saya dapat mendengarkannya lagi—terutama pada masa-masa keraguan diri. Saat saya merasa buruk. Saat saya merasa tidak berharga. (Ya, saya melalui masa-masa itu.) Ini adalah pengalaman yang universal.

Biar saya akhiri dengan menceritakan sebuah cerita indah yang saya baca di seri Chicken Soup...

Ingatkan Dirimu Bahwa Kamu Adalah Orang Suci Di Dalam
Suatu hari, seorang guru meminta murid-murid di kelasnya untuk menuliskan nama teman-teman sekelas mereka pada selembar kertas. “Dan beri jarak antara setiap nama”, perintahnya.

Setelah selesai, guru itu berkata, “Di bawah setiap nama, saya ingin kalian menulis hal-hal baik yang kalian lihat pada orang itu.” Segera saja, anak-anak menyibukkan diri mereka dengan tugas itu dan menghabiskan seluruh jam pelajaran untuk menyelesaikannya.

Guru itu membawa pulang kertas-kertas tersebut dan menggabungkan isinya. Pada satu kertas untuk tiap anak, dia menulis semua kualitas positif yang ditulis teman-teman sekelasnya.

Pada kelas berikutnya dia menyerahkan kertas-kertas itu kepada anak-anak. Mereka sangat gembira membaca surat tersebut. “Wow, benarkah aku orang ini?”, seru beberapa dari mereka.

Bertahun-tahun kemudian, guru itu menerima panggilan telepon. Salah satu dari muridnya yang dulu, yang telah menjadi tentara, tewas dalam perang. Apakah dia mau menghadiri pemakamannya?

Dia pergi dan melihat banyak murid-muridnya yang dulu turut berduka cita dengan keluarga yang berduka. Saat dia berdiri di samping peti mati, melihat tubuh seorang pria muda yang tak bernyawa dengan berpakaian seragam, seorang wanita paruh baya mendekatinya. “Apakah Anda guru sekolah anak saya?”
“Ya,” jawabnya, “Anda pasti ibunya. Saya turut berbela sungkawa sedalam-dalamnya.”

“Saya hendak menunjukkan sesuatu kepada Anda,” kata sang ibu. “Anak saya menyimpan ini di dalam dompetnya saat dia meninggal.” Dia menarik keluar sebuah kertas kumal. Jelas sekali bahwa kertas itu telah dilipat dan dibuka berulang kali.

Bahkan sebelum dibuka, guru itu sudah tahu apa itu. Itu adalah potongan kertas yang berisi daftar kualitas positif yang dilihat teman-teman sekelasnya di dalamnya. Disimpan dan dibaca selama bertahun-tahun.
Pada saat itu, murid-murid yang lain berkumpul di sekeliling mereka berdua. Seorang pria muda di samping guru itu berkata, “Uh, saya juga membawa milik saya kemana pun.”

Seorang wanita di belakang berkata, “Saya masih menyimpan milik saya. Ada di dalam buku harian saya.”
Pria yang lain berkata, “Saya memajang daftar saya di atas meja saya di rumah.”

Wanita yang lain berkata, “Sepertinya kita semua menyimpan kertas itu selama bertahun-tahun ini!”
Sang guru tergerak tanpa dapat dilukiskan kata-kata.
Mengapa sepotong kertas sederhana dapat berarti begitu besar?

Karena inilah kenyataannya: Hidup dapat menjadi keras. Pada waktu yang tidak diduga, dia dapat menjadi sangat kejam. Setiap kali kita gagal, setiap kali kita menerima kritik, setiap kali kita ditolak, kita meragukan kelayakan kita. Kita meragukan kebaikan kita.

Kita sangat haus akan cinta.
Kita perlu mencintai santo/santa di dalam kita.

Teman, cintai dirimu sendiri.
Setiap hari, rayakan kualitas-kualitas positifmu. Rayakan kebaikanmu. Rayakan kecantikanmu.
Bersyukurlah pada Tuhan karena dia telah menciptakanmu begitu luar biasa.
Cintai pendosa dan santo/santa di dalam.

Saya tetap sahabatmu,



Bo Sanchez
-translated by hiLda 2009-

NB:

  1. Judul original artikel karya Bo Sanchez: "Love The Sinner And The Saint Within". Untuk membacanya, silakan cari di kotak Google Custom Search di sebelah kanan.
  2. Download PDF-nya di sini. Bila kamu merasa diberkati, bagikanlah tulisan ini ke teman-temanmu. GBU alwayz... ^^


Bookmark and Share

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

What do you think about this post?